Analysis of the Effect of Fraud Pentagon on Financial Statement Fraud Using M-Score and F-Score
Innovation in Economics, Finance and Sustainable Development
DOI: 10.21070/ijins.v25i4.1142

Analysis of the Effect of Fraud Pentagon on Financial Statement Fraud Using M-Score and F-Score


Analisis Pengaruh Fraud Pentagon Terhadap Financial Statement Fraud Menggunakan M-Score dan F-Score

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mataram
Indonesia

(*) Corresponding Author

Fraud Detection Financial Statement Fraud M-Score F-Score SOEs

Abstract

This study evaluates the influence of the Fraud Pentagon elements—pressure, opportunity, rationalization, capability, and arrogance—on the detection of financial statement fraud in State-Owned Enterprises (SOEs) listed on the Indonesia Stock Exchange during 2017-2019. Utilizing a quantitative methodology, data was collected from documents and literature studies and analyzed through logistic regression. The findings reveal that financial stability measured by the M-Score and F-Score models is significantly impacted by pressure, whereas opportunity affects fraud detection when using the M-Score model, and arrogance is significant with the F-Score model. However, no significant effects were observed for opportunity with the F-Score, rationalization with both models, capability with both models, and arrogance with the M-Score. These results underscore the variable influence of different fraud elements on the detectability of fraudulent activities, suggesting a need for targeted anti-fraud strategies within SOEs.

Highlights:

  • Pressure's Role: Pressure directly impacts financial fraud detection in SOEs.
  • Model Variability: Opportunity and arrogance influence fraud detection differently across M-Score and F-Score models.
  • Ineffective Elements: Several fraud elements show no significant impact, indicating gaps in detection methods.

Keywords: Fraud Detection, Financial Statement Fraud, M-Score, F-Score, SOEs

Pendahuluan

Salah satu cara manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada para pemangku kepentingan adalah melalui penyajian laporan keuangan. Aprilia[1] laporan keuangan merupakan alat ukur untuk menilai efisiensi dan efektivitas kinerja suatu perusahaan, dan diharapkan mampu berfungsi optimal dalam menyediakan informasi yang diperlukan oleh para pemangku kepentingan.

Laporan keuangan berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban, sehingga memotivasi manajer untuk meningkatkan kinerja mereka. Namun, keinginan para manajer untuk selalu tampak baik di mata berbagai pihak dapat mendorong mereka untuk melakukan kecurangan dan manipulasi pada bagian tertentu. Ini menyebabkan ketidakakuratan dalam laporan keuangan dan dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat. Tindakan tidak jujur dan manipulasi yang dilakukan oleh manajer perusahaan dikenal sebagai penipuan, sedangkan manipulasi dalam laporan keuangan disebut sebagai penipuan laporan keuangan.

Kecurangan (fraud) adalah tindakan ilegal yang melibatkan tipu muslihat, kecerdikan, ketidakjujuran, serta metode-metode tidak pantas yang digunakan untuk menipu orang lain dengan tujuan tertentu yang menguntungkan diri sendiri dan pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain[2]. Ketidakjujuran di perusahaan bisa berasal dari dua sumber utama: karyawan yang ingin memperkaya diri sendiri, atau manajemen yang berupaya menjaga citra perusahaan di mata investor, kreditor, dan pihak terkait. Ini sejalan dengan teori keagenan, yang menyatakan bahwa kecurangan muncul karena perbedaan kepentingan antara principal (investor) dan agen (manajemen perusahaan). Dalam kerangka ini, principal adalah pihak yang berinvestasi, sementara agen adalah manajemen yang terdiri dari manajer, staf, dan karyawan. Keduanya menjalin hubungan melalui perjanjian kerja sama, namun memiliki harapan yang berbeda: principal menginginkan kinerja keuangan perusahaan yang baik untuk mendapatkan return investasi yang tinggi, sementara agen ingin kompensasi yang lebih besar atas kinerjanya. Ini menciptakan konflik kepentingan, atau conflict of interest. Asimetri informasi antara keduanya memberikan kesempatan bagi agen untuk menyembunyikan informasi tertentu dari principal demi keuntungan pribadi atau tujuan tertentu. Menurut Association of Certified Fraud Examiners[3] Aada tiga jenis utama kecurangan (fraud), yaitu: korupsi (corruption), penyalahgunaan aset (asset misappropriation), dan kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud).

Dalam penelitian Sihombing & Rahardjo[4] Dikatakan bahwa kecurangan dalam penyusunan laporan keuangan adalah tindakan yang disengaja atau disebabkan oleh kelalaian dalam proses pelaporan, dimaksudkan untuk menyesatkan pengguna laporan keuangan sehingga laporan tersebut melanggar prinsip akuntansi. Menurut survei ACFE tahun 2016, kecurangan dalam laporan keuangan merupakan bentuk kecurangan yang paling merugikan dibandingkan bentuk lainnya, dengan kerugian mencapai $975,000 pada tahun tersebut. Oleh karena itu, kecurangan dalam laporan keuangan harus diberikan perhatian serius.

Ketidakjujuran dalam pelaporan finansial yang tidak terdeteksi pada awalnya dapat menimbulkan dampak serius pada proses pelaporan keuangan, berpotensi mengakibatkan skandal besar yang merugikan banyak pihak. Baik mereka yang terlibat langsung maupun tidak akan menderita karena menerima informasi yang tidak benar. Investor seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan karena keputusan mereka menjadi tidak tepat dan mengakibatkan kerugian finansial. Selain merusak kepercayaan antara manajemen dan investor, perilaku tidak jujur ini juga dapat merusak integritas dan moralitas dalam profesi akuntansi[5]. Oleh karena itu, deteksi dini terhadap tindakan kecurangan dalam laporan keuangan menjadi prioritas utama. Namun, dalam usaha mendeteksi kecurangan, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memotivasi perilaku kecurangan tersebut.

Fenomena munculnya tindakan penipuan dalam berbagai konteks dapat dijelaskan melalui konsep segitiga penipuan yang ditemukan oleh Cressey pada tahun 1953. Konsep ini terdiri dari tiga elemen utama: tekanan, peluang, dan rasionalisasi [6]. Teori tersebut kemudian mengalami perkembangan menjadi model diamond penipuan yang ditemukan oleh Wolfe dan Hermanson pada tahun 2004. Model tersebut melibatkan penambahan faktor keempat, yaitu kapasitas [7]. Kemudian, pada tahun 2011, Crowe memperluas teori tersebut dengan mengenalkan konsep fraud pentagon yang mencakup tambahan aspek kelima, yaitu arogansi [8].

Penelitian terkait analisis fraud pentagon terhadap financial statement fraud memakai model M-Score pernah dilakukan oleh Nurjana[9], dan Jaunanda & Silaban. Hasil penelitian Nurjana[9] menyatakan bahwa hanya tekanan variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap kemungkinan terjadinya penipuan dalam laporan keuangan, sementara faktor-faktor lain seperti kesempatan, rasionalisasi, kemampuan, dan arogansi tidak memperlihatkan dampak yang signifikan terhadap penipuan dalam laporan keuangan, berbeda dengan temuan dari Jaunanda & Silaban[10] yang menyatakan bahwa seluruh variabel fraud pentagon yang meliputi pressure, opportunity, rationalization, capability, dan arrogance memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud.

Penggunaan model F-Score dalam penelitian analisis fraud pentagon terhadap financial statement fraud juga pernah dilakukan. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Zelin dan Azizah. Hasil penelitian Zelin[11] ternyata memiliki kesamaan dengan penelitian Nurjana yang memakai model M-Score yakni menunjukkan bahwa hanya variabel pressure yang memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud sedangkan variabel opportunity, rationalization, capability dan arrogance tidak memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud. Sedangkan penelitian Azizah[12] memiliki kesamaan dengan penelitian Jaunanda & Silaban yang memakai model M-Score yakni menyatakan bahwa seluruh variabel fraud pentagon yang meliputi pressure, opportunity, rationalization, capability, dan arrogance memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud.

Berdasarkan temuan-temuan dari riset sebelumnya, terdapat beberapa isu yang masih belum terpecahkan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah adanya hipotesis yang masih belum terverifikasi, serta perbedaan hasil temuan dengan penelitian sejenis sebelumnya. Karena kesenjangan penelitian yang ada, peneliti ingin mengeksplorasi bagaimana faktor-faktor yang termasuk dalam fraud pentagon mempengaruhi tingkat kecurangan dalam laporan keuangan. Dalam penelitian ini, variabel independen adalah fraud pentagon yang terdiri dari tekanan, peluang, rasionalisasi, kemampuan, dan arogansi. Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kecurangan dalam laporan keuangan, yang akan diukur memakai model M-Score dan F-Score.

Perbedaan kunci antara penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah dalam hal sampel dan periode penelitian. Penelitian ini memakai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel, sementara periode penelitiannya mencakup tahun 2017-2019, yang merupakan periode terbaru yang dipertimbangkan dalam penelitian ini.

Kerangka Teoritis

Teori keagenan (Agency Theory), Jensen dan Meckling[13] Hubungan keagenan dapat dijelaskan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih pihak, yang disebut sebagai pemberi kuasa, menugaskan individu lain, yang disebut sebagai agen, untuk menyediakan layanan khusus. Dalam kerangka ini, pemberi kuasa memberikan kekuasaan kepada agen untuk mengambil keputusan yang dianggap sesuai dan paling menguntungkan bagi pemberi kuasa. Agent diharapkan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap tugasnya terhadap principal. Dalam konteks ini, principal adalah investor, sementara agent adalah manajemen perusahaan yang mencakup manajer, staf, dan karyawan. Konsep keagenan menggambarkan hubungan antara pemegang saham sebagai principal dan manajer sebagai agent, keduanya memiliki kepentingan dan harapan tersendiri terhadap keberhasilan perusahaan sesuai dengan kontrak yang ada. Manajemen diberi wewenang untuk mengambil keputusan yang menguntungkan bagi para pemegang saham, sehingga mereka bertanggung jawab langsung kepada mereka. Tetapi, dalam usaha untuk membuat keputusan yang menguntungkan bagi para pemegang saham, ada situasi di mana manajer sebagai perantara mungkin tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya. Situasi seperti ini dapat menciptakan peluang besar bagi perantara untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.

Financial statement fraud adalah tindakan yang disengaja untuk memanipulasi atau menyembunyikan sebagian informasi dalam laporan keuangan dengan maksud menyesatkan para pengguna laporan tersebut, terutama investor dan kreditur. Hal ini meliputi manipulasi nilai aset dan pendapatan, serta pengurangan nilai liabilitas dan biaya operasional. Menurut SAS No.99 (AICPA), kecurangan pelaporan keuangan bisa terjadi melalui: (1) Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi dan dokumen pendukung laporan keuangan. (2) Kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam informasi penting dalam laporan keuangan. (3) Penyalahgunaan prinsip-prinsip terkait dengan jumlah, klasifikasi, penyajian, atau pengungkapan. Dalam mendeteksi kecurangan, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu perilaku kecurangan. Ada berbagai faktor yang dapat memotivasi kecurangan dalam situasi tertentu, yang dijelaskan oleh teori-teori seperti Teori Segitiga Kecurangan Cressey, Teori Berlian Kecurangan Wolfe, dan yang terbaru, Teori Pentagon Kecurangan Crowe.

Fraud pentagon adalah teori yang dikemukakan oleh Crowe Howarth pada tahun 2011. Teori fraud pentagon adalah evolusi dari konsep teori fraud triangle yang pertama kali diusulkan oleh Cressey pada 1953[6] dan Teori fraud diamond yang diperkenalkan oleh Wolfe dan Hermanson pada tahun 2004 juga perlu dipertimbangkan. Dalam teori fraud pentagon, arrogance ditambahkan sebagai salah satu elemen baru. Teori ini muncul sebagai respons terhadap kenyataan bahwa kecurangan saat ini lebih kompleks dengan adanya akses informasi yang lebih banyak dan sulit untuk dideteksi. Faktor-faktor yang memicu terjadinya kecurangan dalam teori ini mencakup: 1) Pressure, yang merupakan dorongan yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, 2) Opportunity, yakni situasi yang memungkinkan terjadinya kejahatan, 3) Rationalization, yaitu sikap untuk membenarkan tindakan kecurangan yang dilakukan, 4) Capability, sebuah deskripsi yang melibatkan kemampuan karyawan untuk mengelak dari pengawasan internal, merancang strategi penyembunyian, dan memakai situasi sosial untuk keuntungan personal. 5) Arrogance, sikap superioritas, hak, atau keserakahan yang dimiliki oleh pelaku kejahatan membuat mereka merasa bahwa kontrol internal, kebijakan perusahaan, dan prosedur tidak mengikat bagi mereka.

Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score

Pressure adalah situasi di mana seseorang merasa didorong atau dipaksa untuk melakukan tindakan yang tidak jujur [14]. Dalam studi ini, tekanan dijelaskan melalui konsep-konsep seperti stabilitas keuangan, tekanan eksternal, dan target keuangan. Ketika suatu perusahaan menghadapi ancaman, manajemen cenderung mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan citra positifnya. Ketidakstabilan dalam kondisi perusahaan menciptakan beban bagi manajemen karena kinerja yang kurang optimal dapat menghambat arus dan investasi masa depan perusahaan. Akibat tekanan ini, manajer mungkin cenderung memanipulasi laporan keuangan agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

H1: Terdapat pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

H2: Terdapat pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model F-Score.

2. Pengaruh opportunity terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score

Opportunity merujuk pada kesempatan bagi seseorang untuk melakukan tindakan curang. Dalam rangka penelitian ini, kesempatan tersebut dikenali melalui dua aspek, yakni karakter industri dan kelemahan pengawasan. Karakter industri merujuk pada tingkat risiko yang lebih besar bagi perusahaan yang beroperasi di sektor dengan estimasi dan pertimbangan yang rumit. Ketidakefektifan pengawasan mencerminkan kurangnya unit pengawasan yang mampu memantau kinerja perusahaan dengan efektif. Ketika integritas karyawan rendah dan perusahaan tidak memiliki kontrol internal yang kuat, maka Opportunity untuk melakukan penipuan akan meningkat, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penipuan dalam perusahaan tersebut.

H3: Terdapat pengaruh opportunity terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

H4: Terdapat pengaruh opportunity terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

3. Pengaruh rationalization terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score

Rationalisasi adalah ketika seseorang mencari alasan untuk membenarkan tindakan yang salah. Seseorang yang terlibat dalam tindakan penipuan mungkin percaya bahwa apa yang mereka lakukan adalah hak mereka, bahkan mungkin merasa telah memberikan jasa dengan memberikan kontribusi bagi perusahaan. Penjelasan ini sering kali terhubung dengan pergantian auditor. Pergantian auditor mengacu pada saat suatu perusahaan mengganti auditor eksternalnya untuk mengaudit perusahaan tersebut. Dalam proses audit ini, kecurangan perusahaan bisa terungkap. Jika perusahaan tidak mengganti auditor mereka sebelumnya, ada kemungkinan bahwa auditor tersebut memiliki pemahaman yang mendalam tentang risiko dan proses bisnis perusahaan, bahkan mungkin bisa mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan. Agar kecurangan tidak terdeteksi, perusahaan seringkali melakukan pergantian auditor secara berkala untuk menyamarkan jejaknya.

H5: Terdapat pengaruh rationalization terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

H6: Terdapat pengaruh rationalization terhadap financial statement fraud memakai model F-Score.

4. Pengaruh capability terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score

Kemampuan adalah seberapa besar kekuatan dan kapasitas individu untuk terlibat dalam perilaku curang. Posisi yang kuat dalam suatu organisasi dapat menjadi faktor penting dalam terjadinya perilaku curang. Manajer tingkat atas seperti CEO, direktur, dan kepala divisi lainnya dapat memanfaatkan kekuatan dan kemampuan mereka untuk memengaruhi orang lain dan dengan demikian memfasilitasi tindakan curang.

H7: Terdapat pengaruh capability (kemampuan) terhadap financial statement fraud memakai model M-Score.

H8: Terdapat pengaruh capability (kemampuan) terhadap financial statement fraud memakai model F-Score.

5. Pengaruh arrogance (arogansi) terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score

Dalam Agustin[15], Arogansi merupakan sikap di mana seseorang merasa lebih unggul dan melebihi hak-hak yang seharusnya, serta menganggap bahwa aturan internal dan kebijakan perusahaan tidak berlaku untuknya. Cenderung, perilaku arogan ini sering ditemukan pada individu yang memiliki posisi yang tinggi di dalam sebuah perusahaan. Penelitian Tessa[16] menunjukkan bahwa semakin banyak gambar CEO yang ditampilkan dapat mengisyaratkan tingkat arogansi yang tinggi. Tingkat arogansi yang tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya kecurangan.

H9: Terdapat pengaruh arrogance (arogansi) terhadap financial statement fraud memakai model M-Score.

H10: Terdapat pengaruh arrogance (arogansi) terhadap financial statement fraud memakai model F-Score.

6. Model yang baik digunakan untuk mendeteksi Financial Statement Fraud

Model M-Score adalah sebuah metode prediksi untuk mendeteksi manipulasi laporan keuangan, khususnya terkait dengan manajemen laba. Rasio-rasio yang digunakan dalam model ini telah terbukti efektif dalam memprediksi adanya kecurangan dalam laporan keuangan[17]. Model F-Score adalah juga sebuah model yang digunakan untuk memprediksi adanya kecurangan dalam laporan keuangan [18]. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa model M-Score dan F-Score tidak berhasil dalam mendeteksi perilaku curang. Oleh karena itu, perlu untuk meninjau kembali keefektifan model M-Score dan F-Score dalam situasi saat ini, terutama dengan mempertimbangkan data terkini.

H11: Model F-Score lebih baik untuk mendeteksi Financial Statement Fraud dibandingkan model M-Score

Metode

Penelitian ini memanfaatkan pendekatan kuantitatif dalam menganalisis tema yang diteliti [19]. Dalam penelitian ini, fokusnya adalah pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2017 hingga 2019. Terdapat 20 perusahaan yang termasuk dalam kelompok ini, dipilih melalui pengunduhan laporan tahunan dan keuangan dari situs web resmi BEI (www.idx.co.id) serta situs web perusahaan terkait. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling [20]. Kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1)BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2017-2019.

2)BUMN yang menyajikan laporan tahunan dan keuangan di situs web perusahaan atau Bursa Efek Indonesia pada periode 2017-2019.

3)BUMN yang menampilkan laporan tahunan dan keuangan dalam mata uang Rupiah selama tahun 2017-2019.

4)Data terkait variabel penelitian tersedia secara komprehensif (data lengkap tersedia dalam publikasi selama periode 2017-2019).

Menganalisis data dengan memakai perangkat lunak IBM SPSS 26 mencakup menjalankan analisis deskriptif, melakukan uji regresi logistik, dan mengevaluasi keakuratan model prediksi.

Nama Variabel Proksi Variabel Rumus Proksi Variabel Skala Pengukuran Rujukan Rumus
Financial Statement Fraud Beneish M-Score Variabel dummy, kode 1 jika nilai M-Score lebih besar dari -2,22, kode 0 jika kurang dari -2,22 Nominal Beneish dalam Ismawati
Dechow F-Score Variabel dummy, kode 1 jika nilai F-Score lebih besar dari 1, kode 0 jika kurang dari 1 Nominal Dechow dalam Ismawati
Table 1.Definisi Konsep Variabel Dependen

Figure 1.Definisi Konsep Variabel Independen

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Variables in the Equation
B Sig. Kesimpulan
ROA -4.035 .720 Tidak terdapat pengaruh
ACHANGE 7.900 .033 Terdapat pengaruh
LEV -.041 .991 Tidak terdapat pengaruh
BDOUT -20.156 .038 Terdapat pengaruh
RECEIVABLE 10.724 .046 Terdapat pengaruh
CPA .330 .758 Tidak terdapat pengaruh
DCHANGE 1.761 .240 Tidak terdapat pengaruh
CEOPIC .063 .320 Tidak terdapat pengaruh
Constant 2.506 .453
Table 2.Uji Regresi Logistik M-Score
Variables in the Equation
B Sig. Kesimpulan
ROA 2.219 .854 Tidak terdapat pengaruh
ACHANGE 7.902 .029 Terdapat pengaruh
LEV 4.940 .235 Tidak terdapat pengaruh
BDOUT -11.595 .174 Tidak terdapat pengaruh
RECEIVABLE -.589 .904 Tidak terdapat pengaruh
CPA -1.480 .275 Tidak terdapat pengaruh
DCHANGE .656 .599 Tidak terdapat pengaruh
CEOPIC .360 .022 Terdapat pengaruh
Constant -5.393 .162
Table 3.Uji Regresi Logistik F-Score
Observed Predicted Percentage Correct
M-SCORE
Tidak Te rindikasi Fraud Terindikasi Fraud
Tidak Terindikasi Fraud 16 4 80,0
Terindikasi Fraud 2 17 89,0
Overall Percentage 84,6
Type I Error 10,3
Type II Error 5,1
Table 4.Uji Keakuratan Model Prediksi M-Score
Observed Predicted Percentage Correct
F-SCORE
Tidak Terindikasi Fraud Terindikasi Fraud
Tidak Terindikasi Fraud 11 5 68,8
Terindikasi Fraud 2 21 91,3
Overall Percentage 82,1
Type I Error 12,8
Type II Error 5,1
Table 5.Uji Keakuratan Model Prediksi F-Score

B. Pembahasan

1. Pengaruh Pressure Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model M-Score

Pertama, dilakukan pengujian hipotesis untuk menilai pengaruh tekanan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2017 hingga 2019. Dalam pengujian ini, digunakan tiga indikator, yaitu kinerja keuangan (ROA), stabilitas keuangan (Achange), dan tekanan eksternal (LEV). Analisis dilakukan untuk memahami bagaimana ketiga faktor tersebut berkontribusi terhadap kecurangan dalam laporan keuangan dengan memakai model M-Score.

a.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial target terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel pressure, yang diukur dengan financial target (ROA), memiliki koefisien negatif dan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tekanan yang diduga berasal dari target keuangan terhadap kecurangan laporan keuangan, yang diestimasi memakai model M-Score, cenderung negatif tetapi tidak signifikan. Dengan kata lain, kinerja keuangan perusahaan, seperti ROA, tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Interpretasi dari temuan ini adalah bahwa tinggi rendahnya ROA tidak secara langsung memengaruhi probabilitas terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini mengajukan bahwa rendahnya pengaruh target keuangan terhadap kecurangan laporan keuangan dapat disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, manajer perusahaan mungkin percaya bahwa target keuangan yang telah ditetapkan masih dapat tercapai. Kedua, perusahaan yang menetapkan target keuangan yang tinggi mungkin akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional mereka melalui penggunaan sistem yang lebih modern dan efisien. Namun, hasil penelitian ini tidak selaras dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurjana, Restu Bella[21], Jaunanda & Edita, serta Jaunanda & Silaban, penelitian tersebut menunjukkan bahwa mencapai target keuangan (ROA) berdampak pada kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan, yang diukur dengan model M-Score.

b.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial stability terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

Hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara tekanan yang tercermin dari stabilitas keuangan (diprediksi melalui perubahan A) dan kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan yang diukur memakai model M-Score. Dengan kata lain, semakin tidak stabil keuangan suatu perusahaan, semakin tinggi kemungkinannya untuk terlibat dalam kecurangan laporan keuangan. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti lain Nurjana, Jaunanda & Edita, dan Jaunanda & Silaban yang mengindikasikan bahwa tekanan yang diwakili oleh stabilitas finansial memiliki dampak yang signifikan pada kecurangan laporan keuangan melalui penggunaan model M-Score.

c.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan external pressure terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

Hasil pengujian analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel tekanan, yang direpresentasikan oleh tekanan eksternal dalam studi ini, diestimasi melalui rasio leverage (LEV), memiliki koefisien negatif dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh tekanan eksternal sebagai variabel independen terhadap penipuan laporan keuangan, yang diukur dengan model M-Score, cenderung negatif dan tidak signifikan. Dengan kata lain, tingkat tekanan eksternal, seperti yang diukur dengan leverage, tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan terjadinya penipuan dalam laporan keuangan. Dalam konteks penelitian ini, tekanan eksternal yang diperhitungkan dengan memakai leverage tidak terbukti mempengaruhi indikasi penipuan dalam laporan keuangan karena dua faktor: 1) kemampuan perusahaan untuk mengelola hutangnya; 2) kehadiran pembentukan holding dalam perusahaan sampel. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurjana dan Jaunanda & Silaban yang mengindikasikan bahwa tekanan yang diberikan oleh tekanan eksternal memiliki dampak penting terhadap penipuan laporan keuangan melalui penerapan model M-Score.

Dari hasil analisis regresi, terungkap bahwa dari tiga indikator yang dipakai untuk menilai tekanan, hanya stabilitas keuangan yang memiliki dampak pada kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan di perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI, sebagaimana ditunjukkan oleh model M-Score. Ini mengimplikasikan bahwa ketika tekanan diukur melalui stabilitas keuangan, terdapat korelasi dengan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan. Dalam konteks perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), stabilitas keuangan dianggap sebagai pemicu potensial bagi praktik kecurangan dalam pelaporan keuangan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa ketika stabilitas ini diukur melalui target keuangan dan tekanan eksternal, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan dengan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan memakai model M-Score. Hal ini menunjukkan bahwa target keuangan dan tekanan eksternal tidak memainkan peran yang signifikan sebagai pemicu kecurangan bagi BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga kemungkinan mereka melakukan kecurangan laporan keuangan menjadi lebih rendah.

2. Pengaruh Opportunity Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model M-Score

Pengujian hipotesis ketiga ini dilakukan untuk menilai pengaruh peluang terhadap praktik penipuan dalam laporan keuangan, dengan memanfaatkan model M-Score, pada BUMN yang terdaftar di BEI selama tahun 2017 hingga 2019. Dalam pengujian ini, terdapat dua proksi yang digunakan, yaitu kurang efektifnya pengawasan (BDOUT) dan sifat industri (Receivable). Berikut ini adalah penjelasan tentang bagaimana BDOUT dan Receivable mempengaruhi kemungkinan terjadinya penipuan laporan keuangan dengan memakai model M-Score.

a.Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

Pengujian analisis regresi logistik menemukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara variabel opportunity, yang diindikasikan oleh tingkat monitoring yang tidak efektif memakai BDOUT, dan insiden kecurangan laporan keuangan yang diukur dengan model M-Score. Temuan tersebut menunjukkan bahwa semakin rendah efektivitas monitoring, semakin tinggi probabilitas terjadinya kecurangan laporan keuangan. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor monitoring yang tidak efektif memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap integritas pelaporan keuangan dalam konteks perusahaan. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Nurjana, Restu Bella[21], Jaunanda & Edita, serta Jaunanda & Silaban, menemukan bahwa kurangnya efektivitas dalam pemantauan (BDOUT) tidak berdampak pada kecurangan dalam laporan keuangan dengan memakai model M-Score.

b.Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan nature of industry terhadap financial statement fraud memakai model M-Score

Analisis regresi logistik menemukan bahwa ketika aspek alamiah industri diukur melalui perubahan rasio piutang, variabel peluang memiliki koefisien yang positif dan signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05). Ini menunjukkan bahwa peluang, yang merupakan proxy untuk aspek alamiah industri, memiliki dampak positif dan signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan yang diukur oleh model M-Score. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai aspek alamiah industri, semakin besar kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Nurjana, Restu Bella[21], Jaunanda & Edita, serta Jaunanda & Silaban menyatakan bahwa tidak ada korelasi antara sifat industri (Receivable) dan kecurangan laporan keuangan, seperti yang diidentifikasi melalui penggunaan model M-Score.

Berdasarkan analisis regresi, ditemukan bahwa memakai dua indikator kesempatan, yakni pengawasan yang tidak efektif yang diukur dengan BDOUT dan sifat industri yang diukur dengan Receivable, kedua variabel tersebut berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya penipuan laporan keuangan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis H3 diterima, menunjukkan bahwa kesempatan memengaruhi kemungkinan terjadinya penipuan laporan keuangan memakai model M-Score. Oleh karena itu, dapat diprediksi bahwa tingkat pengawasan yang tidak efektif dan sifat industri merupakan faktor-faktor yang membuka peluang bagi perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI untuk melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangannya.

3. Pengaruh Rationalization Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model M-Score

Pada uji hipotesis kelima, fokusnya adalah untuk menemukan dampak rationalisasi terhadap kecurangan dalam laporan keuangan. Hal ini dilakukan dengan memakai model M-Score pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2017-2019. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel rationalisasi, yang direpresentasikan oleh perubahan auditor (CPA), memiliki koefisien positif, tetapi nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Artinya, meskipun ada pengaruh positif dari rationalisasi, yang diukur melalui perubahan auditor, namun tidak signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan yang diukur memakai model M-Score. Ini mengindikasikan bahwa fluktuasi dalam perubahan auditor tidak secara signifikan mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan, sehingga hipotesis tentang pengaruh rationalisasi terhadap kecurangan laporan keuangan memakai model M-Score tidak dapat diterima. Ketidaksignifikan pengaruh rationalisasi, yang diwakili oleh perubahan auditor, terhadap kecurangan laporan keuangan dapat dijelaskan dengan dua alasan. Pertama, adanya ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik pasal 11 ayat 1, yang membatasi masa pemberian jasa audit oleh seorang Akuntan Publik maksimal 5 tahun buku berturut-turut. Kedua, beberapa perusahaan dalam sampel melakukan pergantian auditor dengan tujuan meningkatkan independensi dan kualitas audit oleh auditor eksternal. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurjana dan Jaunanda & Edita rationalization tidak berdampak pada tanda-tanda penipuan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, seperti yang diukur oleh model M-Score, menunjukkan bahwa rasionalisasi yang terhubung dengan pergantian auditor tidak memiliki efek terhadap penipuan keuangan yang dilakukan.

4. Pengaruh Capability Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model M-Score

Pengujian hipotesis ke-7 bertujuan untuk menyelidiki efek kemampuan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan, memakai model M-Score, pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2017 hingga 2019. Analisis regresi logistik menemukan bahwa perubahan dalam struktur direksi (Dchange), sebagai penanda kemampuan, memiliki koefisien positif tetapi tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa meskipun perubahan dalam kepemimpinan perusahaan memiliki pengaruh positif, dampaknya terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan memakai model M-Score tidak signifikan. Dengan kata lain, fluktuasi dalam kepemimpinan tidak secara substansial mempengaruhi risiko kecurangan laporan keuangan. Oleh karena itu, hipotesis H7, yang menyatakan adanya hubungan antara kemampuan dan kecurangan laporan keuangan memakai model M-Score, tidak dapat diterima. Ini menunjukkan bahwa perubahan dalam direksi tidak secara langsung berkontribusi terhadap kecurangan dalam laporan keuangan, karena alasan-alasan seperti promosi internal, rotasi di antara BUMN, atau berakhirnya masa jabatan. Sebaliknya, perubahan dalam direksi adalah bagian alami dari strategi transformasi perusahaan, yang bertujuan untuk meningkatkan struktur dan kualitas operasional. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurjana[9], Restu Bella[21], dan Jaunanda & Edita bahwa pergantian direksi perusahaan tidak memengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, seperti yang diidentifikasi oleh model M-Score, yang mengukur indikasi kecurangan dalam laporan keuangan.

5. Pengaruh Arrogance Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model M-Score

Pada Uji hipotesis kesembilan bertujuan untuk mengevaluasi efek kesombongan terhadap penipuan dalam laporan keuangan memakai model M-Score pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2017-2019. Berdasarkan analisis regresi logistik, temuan menunjukkan bahwa meskipun variabel kesombongan, yang diukur melalui jumlah foto CEO (Ceopic), memiliki koefisien positif, nilai tersebut tidak secara signifikan berbeda dari nol (p > 0,05). Ini menandakan bahwa kesombongan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Ceopic, tidak memengaruhi secara signifikan kemungkinan terjadinya penipuan dalam laporan keuangan yang diukur dengan model M-Score. Dengan kata lain, jumlah foto CEO yang ditampilkan tidak berdampak pada potensi penipuan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, hipotesis H9 yang mengatakan bahwa kesombongan mempengaruhi penipuan dalam laporan keuangan memakai model M-Score ditolak. Dalam konteks ini, kesombongan yang diukur melalui frekuensi foto CEO tidak memengaruhi kemungkinan terjadinya penipuan dalam laporan keuangan karena foto CEO umumnya dimasukkan dalam laporan tahunan untuk memperkenalkan kepemimpinan perusahaan kepada pemangku kepentingan. Hasil penelitian ini konsisten dengan temuan sebelumnya oleh Nurjana, Restu Bella, dan Jaunanda & Edita[22] bahwa faktor keangkuhan yang tercermin dari seringnya jumlah foto CEO tidak berdampak pada tanda-tanda kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, seperti yang diukur oleh model M-Score.

6. Pengaruh Pressure Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model F-Score

Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model F-Score pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2019 dengan memakai 3 proksi yaitu financial target (ROA)¸ financial stability (Achange), dan external pressure (LEV). Berikut merupakan penjelasan mengenai pengaruh financial target (ROA)¸ financial stability (Achange), dan external pressure (LEV) terhadap financial statement fraud memakai model F-Score:

a.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial target terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa tekanan, yang diukur melalui target keuangan ROA, memiliki koefisien positif dengan signifikansi yang lebih tinggi dari 0,05 (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa tekanan, sebagai variabel independen yang direpresentasikan oleh target keuangan, memiliki efek positif tetapi tidak signifikan pada kecurangan laporan keuangan yang diukur melalui model F-Score. Dengan kata lain, target ROA perusahaan tidak memiliki dampak yang berarti terhadap kecenderungan manajemen untuk melakukan kecurangan dalam pelaporan keuangan. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aminda[23] dan Azizah bahwa tekanan yang disebabkan oleh target keuangan tidak berdampak pada kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan menurut model F-Score.

b.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan financial stability terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

Menurut penelitian memakai analisis regresi logistik, hasilnya menunjukkan bahwa pengukuran tekanan melalui stabilitas keuangan, yang diwakili oleh Achange dalam penelitian ini, menunjukkan koefisien positif dan signifikansi statistik dengan nilai kurang dari 0,05 (p < 0,05). Temuan ini mengonfirmasi bahwa tekanan yang tercermin dalam stabilitas keuangan memiliki dampak positif dan signifikan terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan yang diukur melalui model F-Score. Secara sederhana, semakin tidak stabil keuangan perusahaan, semakin tinggi kemungkinan terjadi kecurangan dalam laporan keuangannya. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Zelin, Aminda[23], dan Azizah bahwa pressure yang terhubung dengan stabilitas keuangan dapat memengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dengan memakai model F-Score.

c.Pengaruh pressure yang diproksikan dengan external pressure terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

Menurut hasil analisis regresi logistik, penelitian menunjukkan bahwa ketika tekanan eksternal (dinyatakan dengan rasio leverage, LEV) dimasukkan, koefisien menunjukkan arah positif. Namun, nilai signifikansi melebihi 0,05 (p > 0,05), yang mengindikasikan bahwa hubungan antara tekanan eksternal (sebagai representasi oleh variabel ini) dan kecurangan dalam laporan keuangan (diukur dengan model F-Score) tidak memiliki signifikansi statistik. Dengan kata lain, tidak ada dampak yang signifikan dari tekanan eksternal terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Zelin bahwa tekanan yang berasal dari faktor eksternal tidak memengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan memakai model F-Score.

Berdasarkan hasil uji analisis regresi, ditemukan bahwa dari ketiga proksi variabel independen untuk tekanan (pressure), hanya proksi kestabilan keuangan yang memengaruhi kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) melalui model F-Score. Hal ini menunjukkan bahwa jika tekanan direpresentasikan oleh kestabilan keuangan, maka terdapat pengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan, sesuai dengan Hipotesis 2. Ini mengindikasikan bahwa stabilitas finansial menjadi pendorong bagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang dapat menyebabkan kemungkinan adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan. Namun, ketika tekanan diukur melalui target keuangan dan faktor eksternal, tidak ada hubungan yang terlihat terhadap kecurangan dalam laporan keuangan berdasarkan model F-Score. Ini berarti bahwa target keuangan dan tekanan eksternal tidak memberikan tekanan yang signifikan bagi perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI, sehingga diprediksi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak cenderung melakukan kecurangan laporan keuangan.

7. Pengaruh Opportunity Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model F-Score

Dalam uji hipotesis keempat, dilakukan analisis untuk mengeksplorasi pengaruh peluang terhadap kecurangan dalam laporan keuangan memakai model F-Score pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2017-2019. Penelitian ini memakai dua indikator, yaitu kekurangan pengawasan (BDOUT) dan konteks industri (Piutang), sebagai proksi. Berikut adalah penjelasan tentang kontribusi BDOUT dan Piutang terhadap kecurangan laporan keuangan dalam kerangka model F-Score:

a.Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan ineffective monitoring terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel opportunity, yang ditunjukkan oleh ineffective monitoring memakai BDOUT, memiliki koefisien yang negatif dan nilai signifikansi yang melebihi 0,05 (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen opportunity yang direpresentasikan oleh ineffective monitoring terhadap variabel dependen, yakni financial statement fraud memakai model F-Score, bersifat negatif tetapi tidak signifikan. Dengan kata lain, tingkat ineffective monitoring tidak berdampak signifikan pada kemungkinan terjadinya financial statement fraud. Penyebab ketidaksignifikanan ineffective monitoring terhadap financial statement fraud adalah karena sebagian besar perusahaan dalam sampel memiliki komisaris independen yang memenuhi syarat, tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham atau pihak pengendali, direktur, atau komisaris lainnya, serta tidak bekerja di perusahaan tersebut secara rangkap. Kehadiran komisaris independen memberikan jaminan akan adanya pengawasan yang independen, objektif, dan minim intervensi dari pihak-pihak tertentu. Mekanisme pengawasan yang efektif, termasuk kehadiran dewan komisaris independen, merupakan faktor kunci dalam mengurangi kesempatan manajemen untuk melakukan kecurangan keuangan seperti manipulasi laporan keuangan. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yakni Zelin, Aminda[23], dan Azizah bahwa tekanan yang diakibatkan oleh target keuangan tidak memengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan dengan memakai model F-Score.

b.Pengaruh opportunity yang diproksikan dengan nature of industry terhadap financial statement fraud memakai model F-Score

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel opportunity, yang digambarkan melalui sifat industri yang diukur dengan rasio perubahan piutang, memiliki koefisien negatif dan signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa pengaruh variabel independen opportunity, yang direpresentasikan oleh sifat industri, terhadap variabel dependen, yaitu kecurangan laporan keuangan memakai model F-Score, adalah negatif dan tidak signifikan. Dalam kata lain, fluktuasi dalam rasio piutang usaha tidak mendorong manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Kurangnya pengaruh sifat industri terhadap kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini disebabkan oleh fakta bahwa fluktuasi dalam rasio piutang usaha selama periode pengamatan tidak merangsang manajemen untuk melakukan kecurangan. Ini disebabkan oleh ketidakterdampakan perubahan rata-rata piutang perusahaan dari tahun sebelumnya terhadap likuiditas perusahaan. Jumlah piutang usaha yang dimiliki oleh perusahaan tidak mempengaruhi ketersediaan kas untuk kegiatan operasional, sehingga fluktuasi dalam rasio piutang usaha tidak memengaruhi kecenderungan manajemen untuk melakukan kecurangan laporan keuangan. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zelin, Aminda[23], dan Azizah bahwa sebuah penelitian menemukan bahwa sifat industri (Receivable) berpengaruh terhadap kecurangan laporan keuangan melalui penggunaan model F-Score..

Berdasarkan hasil analisis regresi, kedua variabel independen, yaitu pengawasan yang kurang efektif dan karakteristik industri, tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kejadian kecurangan dalam laporan keuangan. Ini menandakan bahwa hipotesis H4, yang menyatakan adanya hubungan antara peluang dan kecurangan laporan keuangan memakai model M-Score, tidak dapat disetujui. Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan yang efektif dan karakteristik industri menjadi faktor pendorong bagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk terlibat dalam kecurangan laporan keuangan.

8. Pengaruh Rationalization Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model F-Score

Pada uji hipotesis keenam ini, dilakukan untuk menilai dampak rationalization terhadap kecurangan laporan keuangan pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2017-2019 dengan memakai model F-Score. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel rationalization, yang diukur melalui perubahan dalam auditor (CPA), memiliki koefisien negatif dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Ini menunjukkan bahwa perubahan dalam auditor, yang merupakan indikator dari rationalization, tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan menurut model F-Score. Dengan kata lain, apakah perubahan auditor tinggi atau rendah, tidak akan mempengaruhi probabilitas terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, hipotesis H6 yang menyatakan adanya pengaruh rationalization terhadap kecurangan laporan keuangan memakai model F-Score tidak dapat diterima. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Zelin, Aminda[23], dan Azizah Perubahan auditor tidak secara signifikan memengaruhi kemungkinan penipuan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian memakai model F-Score.

9. Pengaruh Capability Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model F-Score

Uji hipotesis kedelapan bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara kemampuan (capability) dan kecurangan dalam laporan keuangan, dengan memakai model F-Score, pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2017-2019. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa meskipun variabel kemampuan, yang diukur melalui perubahan dalam direksi (Dchange), memiliki koefisien positif, namun tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Ini menandakan bahwa pergantian dalam direksi perusahaan, yang menjadi representasi kemampuan, tidak memiliki dampak signifikan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan memakai model F-Score. Dengan kata lain, tingkat pergantian dalam direksi tidak memengaruhi potensi kecurangan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, hipotesis H8 yang mengasumsikan adanya pengaruh kemampuan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan memakai model F-Score harus ditolak. Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Zelin dan Aminda[23] bahwa perubahan dalam direksi tidak berdampak pada kemampuan yang diukur oleh perubahan tersebut terhadap tanda-tanda penipuan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, seperti yang ditunjukkan oleh model F-Score.

10. Pengaruh Arrogance Terhadap Financial Statement Fraud Memakai Model F-Score

Pada pengujian hipotesis kesepuluh, dilakukan untuk mengidentifikasi dampak keangkuhan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2017 hingga 2019, dengan memakai model F-Score. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel keangkuhan, yang diukur melalui jumlah frekuensi foto CEO (Ceopic), memiliki koefisien positif dan signifikansi yang kurang dari 0,05 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa keangkuhan, yang diwakili oleh Ceopic, memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan yang diukur memakai model F-Score. Secara lebih rinci, semakin banyak foto CEO yang ditampilkan, semakin besar kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, hipotesis H10, yang menyatakan adanya pengaruh keangkuhan terhadap kecurangan dalam laporan keuangan memakai model F-Score, dapat diterima. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Aminda[23] dan Azizah bahwa ketika jumlah foto CEO yang sering muncul di media mencapai tingkat yang tinggi, hal tersebut dapat berhubungan dengan peningkatan kemungkinan terjadinya penipuan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. Hal ini dapat diamati melalui penggunaan model F-Score.

11. Model yang baik digunakan untuk mendeteksi Financial Statement Fraud

Uji hipotesis kesebelas dilaksanakan untuk menilai efektivitas model M-Score dan F-Score dalam mengidentifikasi kecurangan dalam laporan keuangan. Berdasarkan hasil analisis, kedua model tersebut menunjukkan tingkat akurasi yang memuaskan, dengan M-Score mencapai 84,6% dan F-Score mencapai 82,1%. Dengan tingkat akurasi di atas 70%, kedua model ini dapat dianggap efektif dalam mendeteksi kecurangan. Penemuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Hugo[24] menunjukkan bahwa kedua model yaitu model M-Score dan F-Score terbukti efektif dalam mendeteksi financial statement fraud (kecurangan laporan keuangan) dan penelitian Kamal[25] yang mengungkapkan bahwa model M-Score efektif untuk mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ismawati[26] yang menunjukkan bahwa model F-Score adalah model yang lebih baik digunakan untuk mendeteksi financial statement fraud (kecurangan laporan keuangan.

Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan anlisis data dapat disimpulkan bahwa:

1.Terdapat pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score, jika pressure diproksikan dengan financial stability. Serta tidak terdapat pengaruh pressure terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score, jika pressure diproksikan dengan financial target dan external pressure pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.

2.Terdapat pengaruh opportunity terhadap financial statement fraud

memakai model M-Score sedangkan dengan memakai model F-Score tidak terdapat pengaruh opportunity terhadap financial statement fraud pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.

3.Tidak terdapat pengaruh rationalization terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.

4.Tidak terdapat pengaruh capability terhadap financial statement fraud memakai model M-Score dan F-Score pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.

5.Tidak terdapat pengaruh arrogance terhadap financial statement fraud memakai model M-Score sedangkan dengan memakai model F-Score terdapat pengaruh arrogance terhadap financial statement fraud pada perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2017-2019.

6.Model M-Score lebih baik untuk mendeteksi Financial Statement Fraud dibandingkan model F-Score.

References

  1. Aprilia, "Analysis of the Influence of the Fraud Pentagon on Financial Statement Fraud Using the Beneish Model in Companies Implementing the Asean Corporate Governance Scorecard," J. Aset (Akuntansi Riset), vol. 9, 2017. [Online]. Available: https://ejournal.upi.edu/index.php/aset/article/view/5259/0
  2. R. D. Y. and A. Nasim, "Phenomenology Study of Fraud Prevention Based on Islamic Principles in Small Businesses," J. Ris. Akunt. dan Keuang., vol. 8, pp. 71–88, 2020. [Online]. Available: https://ejournal.upi.edu/index.php/JRAK/article/download/20100/11730
  3. Association of Certified Fraud Examiners, "Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse (2016 Global Fraud Study)," Association of Certified Fraud Examiners, 2017. [Online]. Available: https://www.acfe.com/rttn2016/docs/2016-report-to-the-nations.pdf
  4. K. S. S. and S. N. Rahardjo, "Fraud Diamond Analysis in Detecting Financial Statement Fraud: An Empirical Study on Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) 2010-2012," Diponegoro J. Account., vol. 3, 2014. [Online]. Available: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/6136
  5. T. Yusroniyah, "Detection of Fraudulent Financial Statements Through Crowe’s Fraud Pentagon Theory at State-Owned Enterprises Listed on the Indonesia Stock Exchange," Universitas Negeri Semarang, 2017. [Online]. Available: https://lib.unnes.ac.id/29812/1/7211413004.pdf
  6. D. R. Cressey, "Other People’s Money; a Study of the Social Psychology of Embezzlement," Free Press, 1953.
  7. D. T. Wolfe and D. R. Hermanson, "The Fraud Diamond: Considering the Four Elements of Fraud," Kennesaw State University DigitalCommons@Kennesaw State University, 2004. [Online]. Available: https://digitalcommons.kennesaw.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=2546&context=facpubs
  8. Howarth, "IIA Practice Guide: Fraud and Internal Audit," Institute of Internal Auditors, 2011, pp. 1–49.
  9. Y. K. D. Nurjana, "The Influence of Fraud Pentagon Theory on Fraudulent Financial Reporting: An Empirical Study in the Banking Sector Listed on the Indonesia Stock Exchange 2015-2017," Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2019. [Online]. Available: http://etheses.uin-malang.ac.id/15105/1/15520088.pdf
  10. M. J. and D. P. Silaban, "Testing the Fraud Pentagon on the Risk of Financial Fraudulent Reporting," J. Ilmu Manag., vol. 12, 2020. [Online]. Available: https://ejournals.umn.ac.id/index.php/manajemen/article/view/1581
  11. Zelin, "Fraud Pentagon Analysis in Detecting Financial Statement Fraud Using the Fraud Score Model," Universitas Islam Indonesia, 2018. [Online]. Available: https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/7701/SKRIPSI%20Cintia%20Zelin.pdf
  12. S. N. Azizah, "Fraud Pentagon Analysis as Early Warning in Detecting Financial Statement Fraud: A Study on State-Owned Enterprises Listed on the Indonesia Stock Exchange 2015-2018," Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2020. [Online]. Available: http://etheses.uin-malang.ac.id/17765/1/16520057.pdf
  13. M. C. Jensen and W. H. Meckling, "Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure," J. Financ. Econ., vol. 3, no. 4, 1976. [Online]. Available: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0304405X7690026X
  14. I Gusti Ayu Ratih Permata Dewi and I. G. A. W. Pertama, "Fraud Diamond and Its Impact," J. Ilm. Akunt. dan Bisnis, vol. 5, 2020. [Online]. Available: https://journal.undiknas.ac.id/index.php/akuntansi/article/download/2469/846
  15. R. D. A. and D. Pratomo, "The Influence of Fraud Pentagon in Detecting Financial Reporting Fraud," J. Ilm. Manaj. Ekon. dan Akunt., vol. 3, 2019. [Online]. Available: https://journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/article/view/99
  16. T. G. and P. Harto, "Fraudulent Financial Reporting: Testing Fraud Pentagon Theory in the Financial and Banking Sector in Indonesia," 2016. [Online]. Available: https://lib.ibs.ac.id/materi/Prosiding/SNA%20XIX%20(19)%20Lampung%202016/makalah/063.pdf
  17. M. D. Beneish, "The Detection of Earnings Manipulation," Financ. Anal. J., vol. 55, no. 5, pp. 24–36, 1999. [Online]. Available: https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.2469/faj.v55.n5.2296
  18. Patricia M. Dechow, Weili Ge, Chad R. Larson, and R. G. Sloan, "Predicting Material Accounting Misstatements," Contemp. Account. Res., vol. 28, pp. 17–82, 2011. [Online]. Available: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1911-3846.2010.01041.x
  19. Sugiyono, "Research Methods: Quantitative, Qualitative, and R&D," Bandung: Alfabeta, 2015.
  20. A. J. Lhyaul Ulum and A. Juanda, "Research Methods in Accounting: Dissertation Clinic," Malang: Aditya Media Publishing, 2016.
  21. R. B. Sarpta, "Fraud Pentagon Analysis in Detecting Fraudulent Financial Reporting Using the Beneish M-Score Model (Empirical Study on Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange 2014-2016)," Universitas Lampung, 2018. [Online]. Available: https://digilib.unila.ac.id/31452/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASAN.pdf
  22. V. Meiliana Jaunanda, Cindy Tian, Karina Edita, "Analysis of the Effect of Fraud Pentagon on Fraudulent Financial Reporting Using the Beneish Model," JPA (Jurnal Penelitian Akuntansi), vol. 1, no. 1, 2020. [Online]. Available: https://ojs.uph.edu/index.php/JPA/article/view/2414
  23. A. P. F., "Financial Statement Fraud Detection with Fraud Pentagon Analysis at Manufacturing Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange (Empirical Study on Companies Listed in the Manufacturing Sector at the Indonesia Stock Exchange 2016-2018)," Universitas Islam Indonesia, 2019. [Online]. Available: https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/17465/15312249.pdf?sequence=14&isAllowed=y
  24. J. Hugo, "Effectiveness of the Beneish M-Score and F-Score Models in Detecting Financial Statement Fraud," J. Muara Ilmu Ekon. dan Bisnis, vol. 3, 2019. [Online]. Available: https://journal.untar.ac.id/index.php/jmieb/article/view/2296
  25. M. E. M. K. and M. F. M. Salleh and A. Ahmad, "Detecting Financial Statement Fraud by Malaysian Public Listed Companies: the Reliability of the Beneish M-Score Model," J. Pengur., 2016. [Online]. Available: https://journalarticle.ukm.my/10793/1/8601-43000-1-PB.pdf
  26. Ismawati, "Fraud Pentagon Analysis on Financial Statement Fraud Using the Beneish M-Score and F-Score," Universitas Peradaban, 2019.