Reducing Wait Times and Enhancing Communication Boost Patient Satisfaction in Healthcare
Innovation in Health Science
DOI: 10.21070/ijins.v25i1.1110

Reducing Wait Times and Enhancing Communication Boost Patient Satisfaction in Healthcare


Mengurangi Waktu Tunggu dan Meningkatkan Komunikasi Meningkatkan Kepuasan Pasien dalam Layanan Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Patient satisfaction waiting time health literacy-sensitive communication hospital management Partial Least Square (PLS)

Abstract

This study examines how waiting time and health literacy-sensitive communication (HL-COM) affect patient satisfaction in the executive outpatient unit of Hospital Z. Using a sample of 120 respondents and analyzing data with Partial Least Square (PLS) structural equation modeling, we found that waiting time negatively impacts patient satisfaction. However, HL-COM significantly moderates this effect, mitigating the negative impact of waiting time. These findings suggest that hospital management should focus on both reducing waiting time and improving doctor-patient communication to enhance patient satisfaction.

Highlights:

  1. Negative Impact: Waiting time significantly reduces patient satisfaction.
  2. Moderating Role: HL-COM moderates the effect of waiting time on satisfaction.
  3. Management Focus: Reduce waiting time and enhance doctor-patient communication.

Keywords: Patient satisfaction, waiting time, health literacy-sensitive communication, hospital management, Partial Least Square (PLS)

Pendahuluan

Dalam persaingan bisnis di bidang kesehatan yang semakin ketat, rumah sakit harus berupaya untuk selalu menjaga kualitas pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang bermutu digunakan sebagai alat untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Berdasarkan teori SERVQUAL yang digagas oleh Parasuraman, Zheitaml, dan Berry, kualitas layanan didasarkan pada kesenjangan persepsi antara kualitas pelayanan yang diterima dan kualitas pelayanan yang diharapkan, dan telah diadopsi secara luas untuk menjelaskan persepsi konsumen tentang kualitas pelayanan . Jika apa yang dirasakan di bawah harapan, pasien akan menilai kualitas pelayanan rendah dan jika apa yang dirasakan memenuhi atau melebihi harapan, maka pasien menilai kualitas pelayanan tinggi. Ada 5 dimensi penilaian kualitas pelayanan pada bisnis rumah sakit menurut teori SERVQUAL, yaitu responsiveness, assurance, tangible, empathy, dan reliability . Daya tanggap (responsiveness) adalah kecepatan petugas dalam bertindak. Petugas harus tanggap terhadap keluhan pasien, memberikan pelayanan yang tepat waktu, menjelaskan kepada pasien dengan singkat, jelas, dan mudah dipahami. Jaminan (assurance) meliputi bagaimana petugas memberikan kepastian dalam memberikan pelayanan, membuat pasien percaya bahwa petugas memiliki kompetensi dan keterampilan yang tepat dalam memberikan pelayanan sehingga pasien merasa aman dan nyaman. Bukti fisik (tangible) ditunjukkan oleh sarana dan prasarana, teknologi, dan penampilan dari petugas kesehatan. Empati (empathy) yaitu petugas harus memiliki sikap pengertian, perhatian, dan kepedulian dalam memahami masalah kesehatan pasien, dan berusaha untuk mengatasinya. Dimensi terakhir adalah keandalan (reliability) yaitu petugas harus memiliki pengetahuan, keahlian, penguasaan, dan profesionalisme kerja yang tinggi.

Figure 1.Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen Berdasarkan Teori SERVQUAL

Kualitas pelayanan sangat berpengaruh terhadap kepuasan konsumen . Pelayanan yang diberikan secara optimal akan membuat pasien merasa puas. Dengan semakin banyaknya rumah sakit di berbagai kota besar dan kecil, masyarakat kini memiliki banyak pilihan untuk menentukan di mana mereka akan melakukan perawatan kesehatan. Masyarakat tentu akan memilih rumah sakit yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan. Dengan demikian, kepuasan pasien harus menjadi prioritas utama bagi rumah sakit untuk dapat bersaing dengan rumah sakit lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa dokter dapat meningkatkan tingkat kepuasan pasien melalui cara berinteraksi dengan pasien pada lima hal, yaitu harapan, komunikasi, kontrol, waktu yang dihabiskan, serta penampilan . Pasien lebih puas terhadap dokter yang meluangkan waktu sejenak di awal kunjungan untuk menanyakan harapan pasien, menangani masalah pasien dengan serius, menjelaskan kondisinya dengan jelas, mencoba memahami latar belakang pasien, dan menawarkan nasihat medis praktis. Pasien juga lebih puas terhadap dokter yang mengizinkannya untuk mengungkapkan ide dan kekhawatiran, dokter yang menghabiskan setidaknya sebagian waktu untuk mengobrol dengan pasien demi membangun koneksi, serta dokter yang berpakaian semiformal, mengenakan lencana nama dan senyuman.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Permenpan RB) No. 14 Tahun 2017 , kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, termasuk kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit, diukur melalui Survey Kepuasan Masyarakat (SKM). Unsur dalam SKM meliputi persyaratan; sistem, mekanisme, dan prosedur; waktu penyelesaian; biaya/tarif; produk spesifikasi jenis pelayanan; kompetensi pelaksana; perilaku pelaksana; penanganan pengaduan, saran dan masukan; sarana dan prasarana. Unsur-unsur tersebut diadaptasi dari atribut pembentuk kepuasan pelanggan yang dikemukakan oleh Dutka, yaitu attributes related to the product, attributes related to the service, dan attributes related to the purchase . Hasil kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan adalah umpan balik yang penting untuk kualitas dan peningkatan akses . Kepuasan pasien dapat diukur dengan mengevaluasi beberapa faktor yang dialami oleh pasien, dan hasil evaluasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menerapkan kebijakan demi hasil perawatan kesehatan yang lebih baik .

Salah satu faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien adalah waktu tunggu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 129 tahun 2008, waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan oleh pasien mulai proses pendaftaran hingga diperiksa oleh dokter spesialis atau subspesialis. Ada korelasi negatif antara waktu tunggu dan kepuasan pasien . Kepuasan pasien semakin menurun dengan meningkatnya waktu tunggu. Semakin lama menunggu, semakin besar kemungkinan seseorang mengalami emosi negatif seperti kebosanan, frustrasi, dan kemarahan. Waktu tunggu berhubungan dengan kepuasan pasien secara keseluruhan, yang lebih kuat pada 90 menit pertama . Namun, hasil penelitian lain menunjukkan sebaliknya, bahwa hubungan antara waktu tunggu dengan kepuasan pasien rawat jalan terbukti tidak signifikan . Sebagian orang dapat memanfaatkan waktu tunggu untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan, seperti mengobrol dengan sesama pasien, bermain game, menonton tayangan televisi, membaca surat kabar, dan sebagainya, sehingga waktu tunggu yang lama tidak menjadi masalah yang mempengaruhi kepuasan mereka terhadap layanan yang diterima. Namun faktanya, hingga saat ini, waktu tunggu masih menjadi kendala yang sering dijumpai pada kegiatan pelayanan di rumah sakit, memicu adanya komplain, dan salah satu faktor yang berpotensi menyebabkan tidakpuasnya pasien adalah menunggu dalam waktu yang relatif lama . Untuk mewujudkan kepuasan pasien, waktu tunggu harus dipersingkat . Pengurangan waktu tunggu diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan kemauan yang lebih besar untuk terus menerima perawatan di fasilitas layanan kesehatan yang sama.

Selain waktu tunggu, kepuasan pasien juga dipengaruhi oleh kualitas komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien. Ada hubungan antara komunikasi verbal dengan kepuasan pasien . Komunikasi menjadi pusat hubungan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan, dan evaluasi pasien terhadap perawatan medis sangat terkait dengan bagaimana pasien menilai cara komunikasi tenaga kesehatan. Dokter dengan gaya komunikasi yang lebih afiliatif cenderung menerima evaluasi yang lebih positif dari pasien. Komunikasi yang lebih efektif dalam organisasi perawatan kesehatan dapat meningkatkan kepuasan pasien . Komunikasi antara dokter dengan pasien bermanfaat untuk membuat pasien lebih patuh sehingga keberhasilan pengobatan dapat tercapai dan kepuasan dapat meningkat . Dalam hal komunikasi kesehatan, terdapat aspek yang dikenal dengan istilah literasi kesehatan (HL), yaitu keterampilan pribadi yang diperlukan untuk menangani informasi kesehatan . Berdasarkan tinjauan komprehensif tentang definisi dan model, HL mencakup pengetahuan, motivasi dan kompetensi masyarakat untuk mengakses, memahami, menilai, dan menerapkan informasi kesehatan yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari tentang perawatan kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan sehingga kualitas hidup mereka dapat dipertahankan atau ditingkatkan .

Figure 2.

Ernstmann et al. mengembangkan skala untuk mengukur aspek literasi kesehatan dari perspektif pasien, yang disebut dengan skala health literacy-sensitive communication (HL-COM). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa HL-COM antara tenaga medis dan pasien memoderasi hubungan waktu tunggu dan kepuasan pasien. Hubungan negatif antara waktu tunggu yang dirasakan dan kepuasan menurun pada pasien dengan HL-COM yang tinggi .

Berdasarkan Permenkes No. 129 Tahun 2008, standar waktu tunggu yang ditetapkan pada unit rawat jalan adalah 60 menit. Dari studi pendahuluan, rata-rata capaian waktu tunggu di unit rawat jalan eksekutif suatu rumah sakit umum milik pemerintah pada tahun 2022 tidak mencapai 100%, yang berarti bahwa waktu tunggu yang dirasakan pasien tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Hasil Indeks Kepuasan Masyarakat juga menunjukkan bahwa nilai pada unsur Waktu Penyelesaian Pelayanan cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai pada unsur yang lainnya, sedangkan nilai unsur kompetensi dan perilaku tenaga medis cenderung lebih tinggi. Unsur kompetensi dan perilaku tersebut mencakup bagaimana tenaga medis melakukan komunikasi literasi kepada pasien.

Waktu tunggu, komunikasi, dan kepuasan pasien merupakan tiga hal yang saling terkait. Menunggu dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan pasien. Bagi sebagian orang, kegiatan menunggu merupakan hal yang membosankan dan membuang waktu, terlebih jika kegiatan tersebut harus dilakukan saat ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Namun, di lain sisi, bagi pasien yang senang terhadap cara komunikasi dokter, waktu tunggu yang lama bukan menjadi masalah dan mereka tetap merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Artinya, faktor komunikasi mungkin dapat meningkatkan kepuasan pasien yang telah menunggu lama. Oleh karena itu, permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu apakah waktu tunggu dan HL-COM mempengaruhi kepuasan pasien? dan apakah komunikasi memoderasi hubungan antara waktu tunggu dan kepuasan pasien? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh waktu tunggu terhadap kepuasan pasien serta efek moderasi HL-COM terhadap hubungan antara waktu tunggu dan kepuasan pasien. Beberapa penelitian yang telah diadakan sebelumnya hanya berfokus pada hubungan antara waktu tunggu dan kepuasan pasien, serta hubungan antara komunikasi dan kepuasan pasien. Penelitian terbaru oleh S. Lee et al. (2020) menguji efek moderasi HL-COM terhadap waktu tunggu dan kepuasan pasien, namun penelitian tersebut hanya menggunakan data subjektif berdasarkan persepsi pasien pada semua variabel.

Berdasarkan data tersebut, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul ”Efektifitas Health Literacy-Sensitive Communication (HL-COM) Pada Kepuasan Pasien dengan Waktu Tunggu di Unit Rawat Jalan Eksekutif ”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen rumah sakit untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menciptakan keunggulan kompetitif dan memenangkan persaingan bisnis rumah sakit di Indonesia.

Figure 3.Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Waktu tunggu berpengaruh terhadap kepuasan pasien

H2 : HL-COM dapat memoderasi pengaruh waktu tunggu terhadap kepuasan pasien

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Observasi dilakukan dengan menganalisis data variabel pada sampel yang telah ditentukan sebelumnya di satu titik waktu tertentu, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan efek. Penelitian ini dilakukan pada unit rawat jalan eksekutif Rumah Sakit Z yang terdiri dari 25 klinik. Data yang digunakan untuk analisis ini diambil pada periode Juni 2023. Populasi pada penelitian ini adalah jumlah rata-rata kunjungan per bulan pada unit rawat jalan eksekutif Rumah Sakit Z. Jumlah sampel yang akan diambil sebesar 120 responden. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara accidental sampling, yaitu pengambilan sampel non probability dengan mengambil responden yang secara kebetulan tersedia atau ada di tempat penelitian . Kriteria inklusi dari sampel ini adalah: 1) pasien rawat jalan eksekutif Rumah Sakit Z; 2) pasien yang berkunjung untuk konsultasi, pemeriksaan, perawatan, dan terapi; 3) pasien dapat membaca; 3) pasien dengan kesadaran penuh (compos mentis).

Variabel yang akan dianalisis pada penelitian ini yaitu waktu tunggu, kepuasan pasien, serta health literacy-sensitive communication (HL-COM). Waktu tunggu diukur berdasarkan data pada billing system saat proses registrasi hingga pasien masuk ke ruang klinik untuk bertemu dokter. Kepuasan pasien diukur dengan instrumen Survey Kepuasan Masyarakat yang mengacu pada Permenpan RB No. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik yang diadaptasi dari AMA Handbook for Customer Satisfaction oleh Alan Dutka . Instrumen ini terdiri dari 9 unsur dengan pilihan jawaban dalam bentuk skala Likert: 1 jika responden merasa sangat kurang baik hingga 6 jika responden merasa sangat baik. Variabel HL-COM diukur melalui kuesioner yang dikembangkan oleh Ernstmann dengan 9 item pertanyaan dengan jawaban dalam bentuk skala Likert: 1 jika responden sangat tidak setuju sampai 4 jika responden sangat setuju. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah faktor sosiodemografi dan kondisi klinis pasien: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, metode pendaftaran online atau offline, jenis asuransi yang digunakan, dan status pasien lama atau baru.

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS), yaitu model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan berdasarkan varian atau model persamaan struktural berbasis komponen. PLS-SEM bertujuan untuk mengembangkan atau membangun teori dengan orientasi prediksi. PLS dipakai untuk menggambarkan hubungan antarvariabel laten. Kelebihan PLS dibandingkan dengan metode analisis lainnya yaitu tidak memperhitungkan data arus dengan pengukuran skala tertentu dan jumlah sampel kecil . Karena penelitian ini memiliki jumlah sampel yang terbatas dan model yang cukup kompleks, peneliti menggunakan software SmartPLS untuk mengolah data. SmartPLS menggunakan metode penggandaan secara acak atau bootsrapping sehingga asumsi normalitas dapat diabaikan. Dengan dilakukannya bootstrapping, SmartPLS tidak membutuhkan sampel minimal, sehingga untuk penelitian dengan jumlah sampel yang kecil, aplikasi ini sangat sesuai untuk digunakan. Analisis PLS-SEM terdiri dari dua sub model yaitu model pengukuran (measurement model) atau outer model dan model struktural (structural model) atau inner model. Pengujian hipotesis moderasi pada penelitian ini dilakukan dengan Moderated Regression Analysis (MRA) yaitu aplikasi khusus regresi linear berganda dimana terdapat unsur interaksi perkalian dua atau lebih variabel independen dalam persamaan regresinya .

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Karakteristik Responden

No Karakteristik Responden Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Usia <20 2 1,67
21-30 13 10,83
31-40 18 15,00
41-50 23 19,17
51-60 31 25,83
61-70 30 25,00
>70 2 1,67
2 Jenis Kelamin Laki-laki 49 40,83
Perempuan 71 59,17
3 Pendidikan SD 3 2,50
SMP 5 4,17
SMA 42 35,00
D-I 2 1,67
D-II 2 1,67
D-III 11 9,17
S-1 46 38,33
S-2 7 5,83
S-3 2 1,67
4 Pekerjaan Wiraswasta 34 28.33
PNS/TNI/Polri 23 19.17
Pegawai Swasta 24 20.00
Pegawai BUMN/BUMD 9 7.50
Dosen/Peneliti 2 1.67
Mahasiswa 7 5.83
Lainnya 21 17.50
5 Cara Bayar Umum 47 39,17
BPJS 64 53,33
Lain 9 7,50
6 Cara Daftar Online 66 55,00
Offline 54 45,00
7 Status Lama 76 63,33
Baru 44 36,67
Table 1.Distribusi Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil pengolahan data karakteristik responden, diketahui bahwa mayoritas pasien berusia 51-60 tahun yaitu sebanyak 31 orang (25,83), 61-70 tahun sebanyak 30 orang (25%), dan 41-50 tahun sebanyak 23 orang (19,17%). Pasien berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 71 orang (59,17%) dibandingkan dengan laki-laki yang berjumlah 49 orang (40,83%). Tingkat pendidikan pasien mayoritas adalah S1 sebanyak 46 orang (38,33%), SMA sebanyak 42 orang (35%), dan D-III sebanyak 11 orang (9,17%). Berdasarkan cara bayar, pasien yang menggunakan asuransi BPJS sebanyak 64 orang (53,33%), umum sebanyak 47 orang (39,17%), dan asuransi lain sebanyak 9 orang (7,5%). Pasien yang mendaftar secara online sebanyak 66 orang (55%) dan offline sebanyak 54 orang (45%). Berdasarkan status, pasien lama berjumlah 76 orang (63,33%) sedangkan pasien baru berjumlah 44 orang (36,67%).

Waktu Tunggu

No Kategori Waktu Tunggu Jumlah (orang) Persentase (%)
1 <30 29 24,17
2 31-60 30 25,00
3 61-90 53 44,17
4 >90 8 6,67
Table 2.Distribusi Waktu Tunggu

Tabel 2 menunjukkan bahwa pasien yang memiliki waktu tunggu sangat cepat yaitu kurang dari 30 menit berjumlah 29 orang (24,17%), pada rentang waktu 31-60 menit berjumlah 30 orang (25%), 61-90 menit berjumlah 53 orang (44,17%) dan yang harus menunggu sangat lama yaitu lebih dari 90 menit berjumlah 8 orang (6,67%). Waktu tunggu rawat jalan yang dianjurkan sesuai Permenkes No. 129 tahun 2008 adalah 60 menit dengan target capaian 100%. Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah pasien yang menunggu dalam waktu kurang dari atau sama dengan 60 menit sebanyak 59 orang (49,17%) yang artinya mayoritas pasien belum mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan, dan secara keseluruhan capaian waktu tunggu tersebut belum mencapai target 100%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu jumlah pasien yang berkunjung. Semakin banyak jumlah pasien, waktu tunggu akan semakin lama. Dokter memberikan pelayanan sesuai keluhan pasien. Apabila pasien mempunyai keluhan yang beragam, dokter akan memberikan tindakan yang beragam pula sehingga berdampak pada memanjangnya waktu pelayanan. Dengan demikian, pasien selanjutnya akan menunggu lebih lama. Faktor lain yaitu pasien baru yang mendaftar secara offline, di mana seringkali pasien baru belum memahami jadwal praktik dokter sehingga datang jauh lebih awal sebelum praktik dokter dimulai. Faktor ketiga yaitu waktu kehadiran dokter yang tidak sesuai dengan jadwal karena keperluan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, seperti melakukan tindakan operasi mendadak, atau keadaan di luar kontrol yang menyebabkan waktu operasi memanjang, sehingga berdampak pada jadwal praktik di unit rawat jalan.

Health Literacy Sensitive Communication (HL-COM)

No Kategori HL-COM Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tidak baik 0 0
2 Cukup baik 2 1,667
3 Baik 47 39,17
4 Sangat baik 71 59,17
Table 3.Distribusi HL-COM

Berdasarkan data pada tabel 3, pasien yang menilai HL-COM cukup baik sebanyak 2 orang (1,667%), sedangkan yang menilai baik dan sangat baik masing-masing sebanyak 47 orang (39,17%) dan 71 orang (59,17%). Dengan demikian diketahui bahwa mayoritas pasien menilai HL-COM yang dilakukan oleh petugas tergolong sangat baik.

Kepuasan Pasien

No Kategori Kepuasan Pasien Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tidak puas 0 0
2 Cukup puas 3 2,5
3 Puas 41 34,17
4 Sangat puas 76 63,33
Table 4.Distribusi Kepuasan Pasien

Tabel 4 menunjukkan bahwa yang merasa sangat puas terhadap pelayanan yang diberikan berjumlah 76 orang (63,33%). Pasien yang merasa puas sebanyak 41 orang (34,17%) dan cukup puas sebanyak 3 orang (2,5%). Setiap proses interaksi tunggal di rumah sakit dapat memengaruhi kepuasan pasien, mulai dari pasien masuk hingga keluar kembali. Kepuasan pasien dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya prosedur dan persyaratan layanan yang mudah dipenuhi, waktu pelayanan yang sesuai ekspektasi, tarif yang relatif lebih murah dibandingkan dengan unit setingkat pada rumah sakit lain, sikap dan kompetensi tenaga kesehatan, penanganan pengaduan, dan fasilitas yang memadai. Kepuasan pasien dapat mengarah pada loyalitas pasien, hasil klinis yang lebih baik, kepatuhan pasien dan tuntutan malpraktik medis yang lebih sedikit. Secara praktis, rumah sakit melihat pasien sebagai konsumen, yang kemudian mengharuskan rumah sakit menangani masalah di luar perawatan medis, seperti penyediaan ruangan yang bersih, alat elektronik yang berfungsi optimal, serta penghijauan di area rumah sakit sehingga pasien merasa nyaman.

Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Structural Equation Modeling dengan pendekatan algoritma Partial Least Square (SEM-PLS). Data kuesioner yang terkumpul diolah menggunakan perangkat lunak SmartPLS 3.2.9. Analisis data diawali dengan membangun model struktural, kemudian uji validitas dan reliabilitas model pengukuran (outer model), uji signifikansi hubungan antarvariabel (inner model) serta uji moderasi. Berdasarkan kerangka konseptual yang telah disusun, model struktural dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Figure 4.Model Struktural Penelitian

Outer Model

Dalam analisis PLS, model pengukuran (outer model) digunakan untuk uji validitas dan uji realibilitas . Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan uji realibilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau instrumen penelitian. Untuk menguji validitas, dilakukan dua metode yaitu pengujian convergent validity dan discriminant validity. Untuk menguji convergent validity digunakan nilai outer loading atau loading factor. Suatu indikator dinyatakan memenuhi convergent validity dalam kategori baik apabila nilai outer loading > 0,7. Tabel 5 menunjukkan nilai outer loadings dari masing-masing indikator pada variabel penelitian.

Indikator HL-COM Kepuasan Pasien Moderating Effect 1 Waktu Tunggu
HLC1 0.851
HLC2 0.839
HLC3 0.851
HLC4 0.828
HLC5 0.884
HLC6 0.834
HLC7 0.840
HLC8 0.785
HLC9 0.845
KP1 0.854
KP10 0.856
KP11 0.844
KP12 0.806
KP13 0.833
KP14 0.848
KP2 0.833
KP3 0.829
KP4 0.819
KP5 0.839
KP6 0.820
KP7 0.828
KP8 0.864
KP9 0.860
WT1 1
Waktu Tunggu * HL-COM 0.741
Table 5. Outer Loadings

Berdasarkan Tabel 5, nilai outer loadings dari semua indikator > 0,7 sehingga indikator-indikator dalam variabel tersebut memenuhi syarat convergent validity dalam kategori baik. Discriminant validity indikator dapat dilihat pada cross loading antara indikator dengan konstruknya. Apabila korelasi konstruk dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator dengan konstruk lainnya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator di blok lainnya. Cara lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari average variance extracted (AVE). Tabel 6 menunjukkan nilai cross loading dan Tabel 5 menunjukkan AVE dari masing-masing indikator pada variabel penelitian :

Indikator HL-COM Kepuasan Pasien Moderating Effect 1 Waktu Tunggu
HLC1 0.851 0.578 0.141 -0.490
HLC2 0.839 0.712 -0.026 -0.64
HLC3 0.851 0.561 0.141 -0.554
HLC4 0.828 0.457 0.068 -0.440
HLC5 0.884 0.664 0.010 -0.697
HLC6 0.834 0.495 0.09 -0.426
HLC7 0.840 0.435 0.178 -0.421
HLC8 0.785 0.566 0.167 -0.441
HLC9 0.845 0.507 0.184 -0.467
KP1 0.642 0.854 -0.036 -0.543
KP10 0.651 0.856 0.041 -0.570
KP11 0.657 0.844 -0.083 -0.699
KP12 0.383 0.806 0.097 -0.326
KP13 0.52 0.833 0.171 -0.313
KP14 0.525 0.848 0.204 -0.419
KP2 0.687 0.833 0.071 -0.495
KP3 0.402 0.829 0.023 -0.370
KP4 0.362 0.819 0.018 -0.48
KP5 0.633 0.839 -0.096 -0.587
KP6 0.430 0.820 0.125 -0.381
KP7 0.451 0.828 0.053 -0.407
KP8 0.670 0.864 0.088 -0.537
KP9 0.600 0.860 0.129 -0.493
WT1 -0.620 -0.585 0.436 1
Waktu Tunggu * HL-COM 0.117 0.059 1 0.436
Table 6.Cross Loadings

Suatu indikator dinyatakan memenuhi discriminant validity apabila nilai cross loading indikator pada variabelnya adalah yang terbesar dibandingkan pada variabel lainnya . Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai cross loading indikator pada variabelnya adalah yang terbesar dibandingkan pada variabel lainnya. Artinya dapat dinyatakan bahwa indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini telah memiliki discriminant validity yang baik dalam menyusun variabelnya masing-masing. Indikator dianggap valid jika memiliki nilai AVE di atas 0,5. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa AVE pada masing-masing variabel > 0,5 sehingga dapat dikatakan indikator memiliki discriminant validity yang baik.

Variabel Cronbach's Alpha rho_A Composite Reliability Average Variance Extracted (AVE)
HL-COM 0.948 0.956 0.956 0.705
Kepuasan Pasien 0.968 0.975 0.971 0.703
Moderating Effect 1 1 1 1 1
Waktu Tunggu 1 1 1 1
Table 7.Cronbach’s Alpha, Composite Reliability dan Average Variance Extracted (AVE)

Setelah melakukan pengujian validitas untuk butir pertanyaan, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas untuk menguji kehandalan atau kepercayaan instrumen penelitian. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya. Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok atau subyek yang diukur belum berubah. Mengukur realibilitas suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cronbach’s alpha dan composite reliability. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability maupun Cronbach Alpha di atas 0,70 . Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha dan composite reliability lebih dari 0,70 sehingga instrumen dapat dikatakan reliabel.

Indikator VIF
HLC1 3.435
HLC2 3.149
HLC3 3.498
HLC4 2.971
HLC5 4.132
HLC6 3.337
HLC7 3.96
HLC8 2.262
HLC9 3.262
KP1 4.323
KP10 3.907
KP11 4.289
KP12 4.456
KP13 4.439
KP14 4.146
KP2 3.571
KP3 3.73
KP4 4.276
KP5 4.514
KP6 3.741
KP7 3.431
KP8 4.082
KP9 3.894
WT1 1
Waktu Tunggu * HL-COM 1
Table 8.Collinearity Statistics (VIF)

Tahap selanjutnya adalah uji collinearity statistics yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar indikator. Untuk mengetahui apakah indikator mengalami multicolinierity, perlu diketahui nilai VIF. Jika Nilai VIF < 5 dapat dikatakan bahwa tidak ada collinearity. Jika nilai VIF >5 dapat ada katakan bahwa ada collinearity. Berdasarkan data pada tabel 8, tidak ada collinearity karena semua indikator memiliki nilai VIF < 5.

Inner Model

Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikansi, dan R-square dari model penelitian. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk variabel dependen, Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Coefficient determination (R-square) digunakan untuk mengukur, seberapa banyak variabel endogen dipengaruhi oleh variabel lainnya. Menurut Chin, hasil R-square > 0,67 mengindikasikan pengaruh variabel eksogen (yang mempengaruhi) terhadap variabel endogen (yang dipengaruhi) termasuk dalam kategori baik . Jika hasilnya sebesar 0,33–0,67 maka termasuk dalam kategori sedang, jika hasilnya sebesar 0,19–0,33 maka termasuk dalam kategori lemah, dan jika hasilnya < 0,19 maka termasuk dalam kategori rendah. Berdasarkan tabel 9, diketahui nilai R-Square sebesar 0,524 sehingga dapat disimpulkan pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen tergolong sedang.

Variabel Dependen R Square R Square Adjusted
Kepuasan Pasien 0.524 0.511
Table 9.R-Square

Penilaian relevansi prediktif (predictive relevance) diketahui dari nilai Q-Square. Semakin tinggi Q-Square, maka model dapat dikatakan semakin baik atau semakin fit dengan data. Nilai Q-Square lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance. Sedangkan jika nilai Q-Square kurang dari 0 (nol), maka model kurang atau tidak memiliki predictive relevance . Dari hasil penghitungan yang ada pada Tabel 10, nilai Q-Square adalah 0,326. Karena nilai Q-Square lebih dari nol, maka model tersebut sudah memenuhi relevansi prediktif di mana model sudah direkonstruksi dengan baik.

Variabel SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)
HL-COM 1080 1080
Kepuasan Pasien 1680 1132.483 0.326
Moderating Effect 1 120 120
Waktu Tunggu 120 120
Table 10.Q-Square

Untuk mengetahui kekuatan prediksi model dan kelayakan model, dilakukan uji goodness of fit (GoF). Berdasarkan GoF, dapat diketahui seberapa tepat frekuensi yang diobservasi dengan frekuensi yang diharapkan.

Variabel Communality (Com)
HL-COM 0.627 0.819
Kepuasan Pasien 0.648
Moderating Effect 1 1
Waktu Tunggu 1
Table 11.Communality

GoF dapat diukur dengan persamaan 1.

(1)

Semakin besar nilai GoF maka penggambaran model semakin sesuai. Kategori nilai GoF menurut Sarwono terbagi menjadi tiga, yaitu 0,1 (lemah), 0,25 (moderat), dan 0,36 (besar) . Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai GoF 0,517 yang masuk dalam kategori besar sehingga dapat disimpulkan bahwa outer model dan inner model pada penelitian ini layak dan valid.

Figure 5.Model Struktur Penelitian Berdasarkan Analisis PLS-SEM

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dapat dilihat dari nilai t-statistik dan nilai probabilitas. Hipotesis dikatakan diterima apabila nilai t-statistics > 1,96 dan p-values < 0,05. Nilai original sample yang mendekati +1 mengindikasikan hubungan yang positif, sedangkan nilai yang mendekati -1 mengindikasikan hubungan yang negatif. Nilai t-statistics lebih dari 1,96 atau p-value yang lebih kecil dari taraf signifikansi (<0,05) mengindikasikan bahwa suatu hubungan antar variabel adalah signifikan. Hasil pengujian hipotesis penelitian dapat dilihat pada tabel 12 berikut.

Variabel Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (|O/STDEV|) P Values Keterangan
Waktu Tunggu -> Kepuasan Pasien -0.444 -0.44 0.1 4.447 0.000 Negatif signifikan
Moderating Effect 1 -> Kepuasan Pasien 0.283 0.288 0.102 2.771 0.006 Positif signifikan
Table 12.Total Effects

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 12, hubungan antarvariabel pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Nilai pengaruh variabel waktu tunggu terhadap kepuasan pasien adalah sebesar -0,444 dengan p-value sebesar 0,000 (<0,05). Dengan demikian H1 diterima, yaitu waktu tunggu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan pasien.

2. Nilai pengaruh variabel waktu tunggu*HL-COM terhadap kepuasan pasien adalah sebesar 0,283 dengan p-value sebesar 0,006 (<0,05). Artinya, interaksi variabel waktu tunggu dan HL-COM berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Dengan demikian H2 diterima, yaitu HL-COM memoderasi hubungan antara waktu tunggu dan kepuasan pasien.

Pembahasan

Pengaruh waktu tunggu terhadap kepuasan pasien

Tabel 12 menunjukkan bahwa waktu tunggu mempengaruhi kepuasan pasien secara negatif dan signifikan. Artinya, semakin pendek waktu tunggu, kepuasan pasien akan semakin besar. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Alarcon-Ruiz et al., Lestari et al., Nurfadillah dan Setiatin, Al-Harajin et al., Zakare-Fagbamila et al., Löflath et al., dan Viotti, et al. Penelitian oleh Alarcon-Ruiz et al menunjukkan bahwa waktu tunggu berhubungan dengan kepuasan pasien secara keseluruhan, yang lebih kuat pada 90 menit pertama waktu tunggu . Penelitian oleh Lestari et al., Nurfadillah dan Setiatin, serta Al-Harajin et al. membuktikan adanya hubungan antara waktu tunggu pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat jalan . Menurut Löflath et al., waktu tunggu juga terbukti berhubungan dengan kepuasan pasien di unit rawat darurat . Waktu tunggu berhubungan secara signifikan dan berbanding terbalik dengan kepuasan pasien . Hasil penelitian Zakare-Fagbamila et al. menggambarkan bahwa setiap 10 menit peningkatan waktu tunggu, terdapat penurunan tingkat kepuasan pasien.

Di unit rawat jalan eksekutif, salah satu hal yang diunggulkan adalah kecepatan pelayanan. Pasien yang berkunjung ke rawat jalan eksekutif berharap tidak menunggu dalam waktu yang lama. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit untuk mengurangi waktu tunggu, yaitu diberlakukannya pendaftaran secara online sehingga pasien hanya perlu datang paling lambat 30 menit sebelum jadwal praktik dokter dimulai. Pasien juga mendapatkan notifikasi apabila dokter sudah mulai melakukan pemeriksaan, pasien sebelumnya telah terlayani, dan pasien yang membatalkan kunjungan. Dengan demikian, pasien mendapat kepastian pelayanan dan dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk datang ke rumah sakit. Selain itu, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, rumah sakit dituntut untuk melakukan digitalisasi pada proses administrasi khususnya tentang rekam medis pasien. Kini proses perekaman data pasien dilakukan secara digital melalui rekam medis elektronik, sejak pasien datang hingga selesai dilayani. Hal ini dapat memperpendek waktu tunggu karena petugas tidak lagi menulis banyak dokumen. Rekam medis elektronik dapat mempermudah pencarian data, menghemat waktu, dan lebih efektif . Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan kepuasan pasien terhadap waktu tunggu yaitu dibukanya kembali pelayanan sore hingga malam hari, yang sempat ditutup karena pandemi COVID-19. Lebarnya rentang waktu ini memberikan kesempatan pada dokter untuk membuka praktik pada sore dan malam hari sehingga tidak terjadi penumpukan pasien pada pagi dan siang hari yang berdampak pada penurunan waktu tunggu pasien. Selain itu, komitmen manajemen untuk menciptakan suasana nyaman pada ruang tunggu juga turut berkontribusi pada kepuasan pasien. Unit rawat jalan eksekutif dilengkapi fasilitas air conditioner pada setiap ruangan dan selasar, televisi, bahan bacaan seperti majalah dan koran, area bermain anak, minimarket dan kantin, semua dalam satu gedung. Dengan fasilitas tersebut, diharapkan dapat mengurangi kebosanan pasien saat menunggu sehingga pengalaman menunggu menjadi lebih menyenangkan.

Efek HL-COM terhadap kepuasan pasien dengan waktu tunggu

Komunikasi merupakan aspek penting bagi keberlangsungan layanan kesehatan. Penelitian oleh Gabriel et al membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara komunikasi verbal dan komunikasi non verbal dokter-pasien secara bersama-sama terhadap kepuasan pasien . Cara komunikasi dokter yang baik tentang kondisi kesehatan pasien, membuat pasien merasa lebih baik meskipun hal yang disampaikan bukanlah hal yang menyenangkan. Dalam menghadapi penyakit, salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh pasien adalah perasaan tenang dan tidak stres karena stres dapat mengerahkan berbagai tindakan pada tubuh mulai dari perubahan homeostasis hingga efek yang mengancam jiwa dan kematian. Dalam banyak kasus, komplikasi patofisiologis penyakit muncul dari stress . Dokter yang pandai berbicara dan mendengar, serta bersikap sopan dan ramah, sangat disukai oleh pasien sehingga pasien cenderung akan melakukan apapun yang dokter sarankan. Dengan demikian, rasa sakit bisa berkurang dan pasien merasa puas. Menurut Larasati, komunikasi dokter-pasien yang berpusat pada pasien meningkatkan kepatuhan pasien pada pengobatan, mencapai keberhasilan pengobatan, meningkatkan kepuasan pasien, memudahkan penegakan diagnosis, dan meminimalkan terjadinya malpraktik . Komunikasi dokter-pasien berkorelasi dengan perawatan yang lebih baik dan lebih akurat serta dengan pasien yang lebih puas .

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 12, diketahui bahwa HL-COM memoderasi hubungan antara waktu tunggu dan kepuasan pasien. Artinya, HL-COM mampu memperlemah atau memperkuat pengaruh waktu tunggu terhadap kepuasan pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, bahwa di antara pasien yang mengalami HL-COM tinggi, hubungan negatif antara waktu tunggu yang dirasakan dan kepuasan menjadi menurun . Pada pasien dengan waktu tunggu yang lama, HL-COM dapat meningkatkan kepuasan pasien. Berbagai upaya untuk mengurangi waktu tunggu telah dilakukan terutama dalam perubahan alur pelayanan, namun hanya sedikit studi yang meneliti potensi pengaruh moderasi dari interaksi pasien dengan penyedia layanan kesehatan. Penelitian ini mencoba memperkenalkan pengukuran komunikasi berorientasi literasi kesehatan yang komprehensif dan tervalidasi (HL-COM) untuk mengatasi kesenjangan ini, menemukan korelasi yang kuat antara penilaian komunikasi dan kepuasan pasien. Bagi sebagian pasien, kemampuan mereka dalam memahami informasi kesehatan sangat penting dan lebih berarti daripada ketidakpuasan mereka terhadap waktu tunggu. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa sangat puas meskipun harus menunggu.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, waktu tunggu berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya kepuasan pasien dipengaruhi oleh pendeknya waktu tunggu. Melalui uji moderasi, HL-COM terbukti secara efektif dapat memoderasi pengaruh waktu tunggu terhadap HL-COM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen rumah sakit untuk tidak hanya berfokus pada penurunan waktu tunggu, namun juga mempertimbangkan aspek interaksi dokter-pasien melalui HL-COM untuk meningkatkan kepuasan pasien.

References

  1. A. Parasuraman, V. A. Zeithaml, and L. L. Berry, “SERVQUAL: A multiple item scale for measuring consumer perceptions of service quality,” Journal of Retailing, vol. 62, no. 1, 1985.
  2. Z. Anbari, M. Mohammadi, and M. Taheri, “Measurement of quality of hospital services via SERVQUAL model,” Life Science Journal, vol. 11, no. SPEC. ISSUE 6, 2014.
  3. H. S. Al-Neyadi, S. Abdallah, and M. Malik, “Measuring patient’s satisfaction of healthcare services in the UAE hospitals: Using SERVQUAL,” International Journal of Healthcare Management, vol. 11, no. 2, 2018, doi: 10.1080/20479700.2016.1266804.
  4. Sudirman, A. Yani, and L. A. R. Putri, “The quality of service at hospital based on SERVQUAL approach,” Indian Journal of Public Health Research & Development, vol. 10, no. 8, 2019, doi: 10.5958/0976-5506.2019.02186.7.
  5. M. Pekkaya, Ö. P. İmamoğlu, and H. Koca, “Evaluation of healthcare service quality via SERVQUAL scale: An application on a hospital,” International Journal of Healthcare Management, vol. 12, no. 4, 2019, doi: 10.1080/20479700.2017.1389474.
  6. Đ. O. Došen, V. Škare, V. Cerfalvi, Ž. Benceković, and T. Komarac, “Assessment of the quality of public hospital healthcare services by using SERVQUAL,” Acta Clinica Croatica, vol. 59, no. 2, 2020, doi: 10.20471/acc.2020.59.02.12.
  7. R. Krishnamurthy, D. T. M. B., A. K. SivaKumar, and P. Sellamuthu, “Influence of service quality on customer satisfaction: Application of SERVQUAL model,” International Journal of Business and Management, vol. 5, no. 4, 2010, doi: 10.5539/ijbm.v5n4p117.
  8. A. Afthanorhan, Z. Awang, N. Rashid, H. Foziah, and P. L. Ghazali, “Assessing the effects of service quality on customer satisfaction,” Management Science Letters, vol. 9, no. 1, 2019, doi: 10.5267/j.msl.2018.11.004.
  9. S. Ramadhaniati, E. Susanti, A. Wiwaha, and I. Wahyuning Tyas, “Effect of service quality and price on customer satisfaction,” International Journal of Digital Entrepreneurship and Business, vol. 1, no. 1, 2020, doi: 10.52238/ijdeb.v1i1.20.
  10. A. Praharjo, “The effect of service quality on satisfaction and loyalty visitors at Sengkaling Recreational Park,” Manajemen Bisnis, vol. 10, no. 1, 2020, doi: 10.22219/jmb.v10i1.12091.
  11. S. Zygiaris, Z. Hameed, M. Ayidh Alsubaie, and S. Ur Rehman, “Service quality and customer satisfaction in the post pandemic world: A study of Saudi auto care industry,” Frontiers in Psychology, vol. 13, 2022, doi: 10.3389/fpsyg.2022.842141.
  12. C. C. Thiedke, “What do we really know about patient satisfaction?,” Family Practice Management, vol. 14, no. 1, 2007.
  13. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017,” JDIH BPK, May 16, 2017.
  14. A. Dutka, “AMA Handbook for Customer Satisfaction,” Journal of Marketing Research, vol. 31, no. 3, 1994, doi: 10.2307/3152232.
  15. S. A. Cosma, M. Bota, C. Fleseriu, C. Morgovan, M. Valeanu, and D. Cosma, “Measuring patients’ perception and satisfaction with the Romanian healthcare system,” Sustainability, vol. 12, no. 4, 2020, doi: 10.3390/su12041612.
  16. A. Owaidh et al., “Patients’ satisfaction with health care services in Southern Saudi Arabia,” Egypt Journal of Hospital Medicine, vol. 72, no. 1, 2018.
  17. R. S. Al-Harajin, S. A. Al-Subaie, and A. G. Elzubair, “The association between waiting time and patient satisfaction in outpatient clinics: Findings from a tertiary care hospital in Saudi Arabia,” Journal of Family and Community Medicine, vol. 26, no. 1, 2019, doi: 10.4103/jfcm.JFCM_14_18.
  18. V. Löflath, E. M. Hau, D. Garcia, S. Berger, and R. Löllgen, “Parental satisfaction with waiting time in a Swiss tertiary paediatric emergency department,” Emergency Medicine Journal, vol. 38, no. 8, 2021, doi: 10.1136/emermed-2019-208616.
  19. R. T. Zakare-Fagbamila, C. Park, W. Dickson, T. Z. Cheng, and O. N. Gottfried, “The true penalty of the waiting room: The role of wait time in patient satisfaction in a busy spine practice,” Journal of Neurosurgery: Spine, 2020, doi: 10.3171/2019.12.SPINE191257.
  20. C. A. Alarcon-Ruiz, P. Heredia, and A. Taype-Rondan, “Association of waiting and consultation time with patient satisfaction: Secondary-data analysis of a national survey in Peruvian ambulatory care facilities,” BMC Health Services Research, vol. 19, no. 1, 2019, doi: 10.1186/s12913-019-4288-6.
  21. H. H. Sianturi, Y. H. Hadiwiarjo, and A. Anisah, “Hubungan waktu tunggu dan cara bayar terhadap kepuasan pasien rawat jalan poli penyakit dalam Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, vol. 12, no. 3, 2020, doi: 10.52022/jikm.v12i3.84.
  22. A. I. Munawwaroh and F. Indrawati, “Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan dalam pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Lerep,” Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, vol. 2, no. 3, pp. 268–277, Nov. 2022.
  23. S. Toga-Sato et al., “Impact of actual waiting time and perceived waiting time on treatment satisfaction in patients receiving outpatient diabetes care,” Diabetology International, vol. 12, no. 3, 2021, doi: 10.1007/s13340-020-00486-y.
  24. N. Laeliyah and H. Subekti, “Waktu tunggu pelayanan rawat jalan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat jalan RSUD Kabupaten Indramayu,” Jurnal Kesehatan Vokasional, vol. 1, no. 2, 2017, doi: 10.22146/jkesvo.27576.
  25. D. H. Sakti et al., “Patients’ satisfaction with ophthalmology clinic services in a public teaching hospital,” Patient Preference and Adherence, vol. 16, 2022, doi: 10.2147/PPA.S347394.
  26. M. Makahiking, F. R. R. Maramis, and A. A. Rumayar, “Hubungan antara komunikasi dokter-pasien dengan kepuasan pasien rawat inap di RSUD Kota Bitung,” Jurnal KESMAS, vol. 9, no. 4, 2020.
  27. A. M. Burgener, “Enhancing communication to improve patient safety and to increase patient satisfaction,” Health Care Manager, vol. 39, no. 3, 2020, doi: 10.1097/HCM.0000000000000298.
  28. T. A. Larasati, “Komunikasi dokter-pasien berfokus pasien pada pelayanan kesehatan primer,” Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, vol. 3, no. 1, 2019.
  29. N. Ernstmann, S. Halbach, C. Kowalski, H. Pfaff, and L. Ansmann, “Measuring attributes of health literate health care organizations from the patients’ perspective: Development and validation of a questionnaire to assess health literacy-sensitive communication (HL-COM),” Zeitschrift für Evidenz, Fortbildung und Qualität im Gesundheitswesen, vol. 121, 2017, doi: 10.1016/j.zefq.2016.12.008.
  30. K. Sørensen et al., “Health literacy and public health: A systematic review and integration of definitions and models,” Family Medicine, vol. 12, no. 80, 2012.
  31. S. Lee, S. E. Groß, H. Pfaff, and A. Dresen, “Waiting time, communication quality, and patient satisfaction: An analysis of moderating influences on the relationship between perceived waiting time and the satisfaction of breast cancer patients during their inpatient stay,” Patient Education and Counseling, vol. 103, no. 4, 2020, doi: 10.1016/j.pec.2019.11.018.
  32. S. Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, vol. 1, 2010.
  33. I. Ghozali and H. Latan, “Partial least squares konsep, teknik dan aplikasi menggunakan program SmartPLS 3.0 untuk penelitian empiris,” Partial Least Squares Path Modeling: Basic Concepts, Methodological Issues and Applications, 2015.
  34. I. Ghozali, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 25 Edisi 9,” Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Variabel Pemoderasi, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, vol. 23, no. 2, 2018.
  35. W. Chin, “The partial least squares approach to SEM,” Modern Methods for Business Research, 1998.
  36. J. Sarwono, “Mengenal PLS-SEM,” Jurnal Dampak Pada Nilai Tukar, 2015.
  37. D. Dwi Lestari, S. Khodijah Parinduri, and R. Fatimah, “Hubungan waktu tunggu pelayanan rawat jalan terhadap kepuasan pasien di poliklinik spesialis penyakit dalam RSUD Kota Bogor tahun 2018-2019,” Promotor, vol. 3, no. 3, 2020, doi: 10.32832/pro.v3i3.4172.
  38. A. Nurfadillah and S. Setiatin, “Pengaruh waktu tunggu pasien rawat jalan terhadap kepuasan pelayanan pendaftaran di Klinik X Kota Bandung,” Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, vol. 1, no. 9, 2021, doi: 10.36418/cerdika.v1i9.194.
  39. S. Viotti et al., “The buffering effect of humanity of care in the relationship between patient satisfaction and waiting time: A cross-sectional study in an emergency department,” International Journal of Environmental Research and Public Health, vol. 17, no. 8, 2020, doi: 10.3390/ijerph17082939.
  40. S. Apriliyani, “Penggunaan rekam medis elektronik guna menunjang efektivitas pendaftaran pasien rawat jalan di Klinik dr. Ranny,” Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, vol. 1, no. 10, 2021, doi: 10.36418/cerdika.v1i10.209.
  41. N. G. Rantung, B. J. Kepel, T. H. W. Lumunon, W. S. Surya, and M. Y. Waworuntu, “Pengaruh komunikasi verbal dan non verbal antara dokter-pasien berfokus terhadap kepuasan pasien pada pelayanan kesehatan di rawat inap RSUD Anugerah Tomohon,” Prepotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 6, no. 3, pp. 2038–2049, Jun. 2023, doi: 10.31004/prepotif.v6i3.8861.
  42. H. Yaribeygi, Y. Panahi, H. Sahraei, T. P. Johnston, and A. Sahebkar, “The impact of stress on body function: A review,” EXCLI Journal, vol. 16, 2017, doi: 10.17179/excli2017-480.
  43. T. A. Larasati, “Komunikasi dokter-pasien berfokus pasien pada pelayanan kesehatan primer,” Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, vol. 3, no. 1, 2019.
  44. A. Belasen and A. T. Belasen, “Doctor-patient communication: a review and a rationale for using an assessment framework,” Journal of Health Organization and Management, vol. 32, no. 7, 2018, doi: 10.1108/JHOM-10-2017-0262.