Folding Fun Boosts Early Childhood Fine Motor Skills Globally
Innovation in Education
DOI: 10.21070/ijins.v25i2.1104

Folding Fun Boosts Early Childhood Fine Motor Skills Globally


Keseruan Melipat Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus Anak Usia Dini Secara Global

Program Studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Fine motor skills Folding activities Classroom Action Research Early childhood education Motor skill development

Abstract

This study investigates the efficacy of folding activities to enhance fine motor skills in Group A children at RA An Nur Kedung Jumputrejo Sukodono Sidoarjo, utilizing Classroom Action Research (CAR) with the Kemmis and McTaggart models. Fourteen children (9 boys, 5 girls) participated in Pre Cycle, Cycle 1, and Cycle 2 interventions, with data collected via observation, documentation, and interviews. Results show a remarkable improvement from a baseline fine motor skill percentage of 35% in Pre Cycle to 95% in Cycle 2, surpassing the 75% success indicator. These findings underscore the effectiveness of folding activities in early childhood education and provide valuable insights for educators aiming to enhance motor skill development in young learners.

 

Highlight: 

  1. Improved fine motor skills through folding activities.
  2. Utilization of Classroom Action Research for systematic intervention.
  3. Valuable insights for educators enhancing motor skills in young learners.

 

Keyword:  Fine motor skills, Folding activities, Classroom Action Research, Early childhood education, Motor skill development

Pendahuluan

Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan dasar. Pendidikan pada masa ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan [1]. Pendidikan pada masa-masa ini merupakan suatu hal yang penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak, karena pada masa usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat fundamental dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan beragam kemampuan bagi anak [2].

Salah satunya pendidikan anak usia dini yaitu RA An Nur Kedung, Jumputrejo, Sukodono, Sidoarjo. Di RA An Nur tersebut terdiri dari dua kelas kelompok A (A1 dan A2) dan dua kelas kelompok B (B1 dan B2). Tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses pembelajaraan pada anak usia dini seharusnya memiliki kebermaknaan melalui pengalaman nyata yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari [3]. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 pasal 5 ayat 1 bahwa aspek perkembangan dalam PAUD mencakup nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni [4].

Aspek perkembangan tersebut sebaiknya dikembangkan secara menyeluruh dan seimbang, sehingga dapat menstimulasi bakat dalam diri anak. Salah satu aspek perkembangan yang dapat menstimulasi perkembangan anak usia dini adalah aspek perkembangan motorik. Perkembangan motorik merupakan proses memperoleh kemampuan dan pola gerakan yang dapat dilakukan anak, kemudian kemampuan motorik diperlukan untuk mengendalikan tubuh. Kemampuan motorik dibagi menjadi dua, yaitu motorik halus dan motorik kasar. Salah satu kemampuan motorik yang membutuhkan kemampuan lebih rumit adalah kemampuan motorik halus [5]. Kemampuan motorik halus adalah kemampuan-kemampuan fisik yang melibatkan otot halus serta koordinasi mata dan tangan [6]. Berdasarkan pengamatan dan penilaian pada Kelompok A1 RA An Nur Kedung, Jumputrejo tahap Pra Siklus dalm meningkatkan perkembangan kemampuan motorik halus, dilakukan dengan melalui melipat kertas origami berwarna sebanyak 5 kali lipatan membentuk rumah, anak menempelkan hasilnya pada kertas HVS kosong dan kemudian anak memberikan gambar bagian-bagian rumah (seperti pintu dan jendela). Dari 14 anak, terdapat 9 anak yang masih belum berkembang. Sedangakan 5 anak yang lain bisa dikatakan mulai berkembang. Artinya terdapat kurang lebih 64% dari keseluruhan kelompok A1 perkembangan kemampuan motorik halusnya masih belum berkembang.

Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan motorik halus kelompok A1 masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya yaitu karena jarang diberikan materi tentang motorik halus dan kurang adanya stimulasi tentang motorik halus. Oleh karena itu perlu dilakukan penyelarasan dan ketelitian untuk mendukung aktivitas dalam pembelajaran untuk meningkatkan motorik halus anak, maka harus menggunakan metode yang tepat dan beberapa inovasi yang memudahkan anak untuk melakukan serta berimajinasi. Penggunaan metode dalam suatu pembelajaran bertujuan untuk memberi cara yang efektif dan menarik minat anak dalam pelaksanaannya, sehingga dapat mensukseskan pembelajaran yang diberikan [7].

Salah satu upaya untuk meningkatkan motorik halus anak usia dini yaitu dengan membuat inovasi pada media lipat yang digunakan dan bermain bentuk [8]. Inovasi media lipat yang digunakan yaitu dengan menyediakan pola atau gambar kertas sesuai dengan apa yang nantinya dibentuk. Peneliti membuat bentuk akhir sebuah rumah, maka peneliti menyiapkan kertas lipat bermotif batu bata merah untuk membentuk tembok dan bermotif genting untuk membentuk atap. Kemudian dirangkai dan ditempel kedua bentuk tersebut sehingga membentuk suatu rumah yang dilengkapi dengan tambahan lukisan di sekitarnya dengan menggunakan pensil warna atau crayon. Penggunaan media lipat yang disesuaikan antara motif media dengan bentuk akhirnya tentu memudahkan imajinasi anak sehingga lebih mudah untuk mengikuti instruksi guru ketika dipraktekkan [9]. Pada akhirnya hasil dari seluruh kegiatan tersebut dinilai oleh guru berdasarkan indikator dan kriteria sesuai dengan metode yang telah ditentukan. Mengingat melipat merupakan hal yang penting untuk praktek dalam kehidupan sehari-hari seperti melipat baju, selimut, karpet sajadah dan lain-lain, yang tentunya sangat membantu pekerjaan dari orang tua [10].

Melipat kertas origami merupakan seni yang berasal dari bahasa Jepang, “ori” berarti melipat dan “gami” berasal dari kata kami berarti kertas. Origami merupakan suatu kegiatan melipat kertas menjadi suatu bentuk [11]. Melipat dapat berupa kegiatan meremas bahan kertas kemudian disusun kembali menjadi karya seni rupa tiga dimensi. Melipat sendiri telah dikenal dengan metode origami. Metode ini dikembangkan di negeri Jepang sebagai salah satu bentuk seni tradisional. Anak-anak senang sekali memainkan dan melipat-lipat kertas menjadi sebuah bentuk yang menarik. Kegiatan melipat dengan metode origami sangat penting dan perlu untuk menumbuhkan kecakapan visual di samping mengembangkan seni tentang bentuk [12]. Origami merupakan seni melipat kertas untuk membentuk karya tiga dimensi, dan meremas kertas lalu membentuknya kembali merupakan karya rupa tiga dimensi yang ekspresif [13].

Melipat kertas atau origami adalah suatu teknik berkarya seni/kerajinan tangan yang umumnya dibuat dari bahan kertas, dengan tujuan untuk menghasilkan aneka bentuk mainan, hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan kreasi lainnya [14]. Melipat dilakukan untuk merubah kertas dari bentuk semula menjadi suatu bentuk sesuai dengan garis- garis lipatannya. Tujuan dari kegiatan melipat kertas (origami) diantaranya melatih konsentrasi dan ingatan anak, melatih pengamatan, mengembangkan ekspresi melalui media lukis, mengembangkan fantasi, imajinasi, dan kreasi, melatih otot tangan/jari, koordinasi otot, mata, dan kemampuan tangan, memupuk perasaan estetika, memupuk ketelitian, kesabaran, dan kerapian [15]. Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa melipat kertas origami merupakan suatu kemampuan tangan dengan teknik dan ketelitian tinggi hanya menggunakan selembar kertas segi empat yang dilipat-lipat dan diciptakan keanekaragaman hasil karya lipatan berwarna [16]. Sedangkan origami merupakan seni melipat kertas yang menggunakan kemampuan tangan dengan bahan dasar kertas yang mudah di bentuk dengan berbagai bentuk. Salah satu keindahan model origami adalah dengan proporsi bentuk (perbandingan bentuk). Mengapa model ini atau itu mirip bentuk tertentu yaitu karena teori proporsi. Tingkat keindahan sebuah model origami (walaupun sudah jelas modelnya) juga sangat terletak pada proporsi. Di sisi lain jenis lipatan origami tradisional umumnya merupakan jenis lipatan berdasarkan teori matematis, artinya bukan asal lipatan. Dengan demikian, aktifitas origami dapat membimbing seorang anak untuk mengenal konsep perbandingan bentuk dan sekaligus konsep matematis [17].

Dari seluruh keterangan di atas maka peneliti menilai penting dan perlu untuk dilakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Melalui Kegiatan Melipat pada Kelompok A1 RA An NurKedung, Jumputrejo Sukodono - Sidoarjo”. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana penerapan dan hasil peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan melipat kelompok A1 RA An Nur Kedung, Jumputrejo? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini yaitu mampu mendeskripsikan dan mengetahui penerapan dan hasil peningkatan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan melipat kelompok A1 RA An Nur Kedung, Jumputrejo.

Metode

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (PTK) atau sering disebut Classroom Action Research (CAR)yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tujuan dari PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memperdayakan guru untuk memecahkan masalah pembelajaran di sekolah. Ciri utama PTK yaitu masalahnya berasal dari latar atau kelas tepat penelitian dilakukan, pemecahan masalah tersebut akan bersiklus, tujuannya untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas atau meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas [18].

Penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan modifikasi model penelitian dari Kemmis & MC. Taggart. Pada dasarnya ada beberapa macam model penelitian tindakan kelas oleh para ahli namun ada model yang tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan yaitu model Kemmis & MC. Taggart. Model ini terdiri dari 4 komponen, yaitu: 1) Perencanaan (planning)2) Tindakan (acting)3) Pengamatan (observing)4) Refleksi (Reflecing).

Subyek penelitian yaitu anak didik kelompok A1 di RA An Nur Kedung, Jumputrejo, Sukodono, Sidoarjo. Jumlah ada 14 anak terdiri dari 9 laki-laki dan 5 perempuan. Peneliti memilih kelompok A1 karena anak pada kelompok ini memiliki kemampuan motorik halus yang masih belum berkembang. Sehingga perlu adanya cara untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada anak di Kelompok A1 RA An Nur Kedung, Jumputrejo, Sukodono, Sidoarjo pada Semester Genap. Berikut indikator penilaian motorik halus anak usia 4 – 5 tahun dapat dlihat pada tabel :

Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Indikator
Motorik Halus Mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukangerakkan yang lebih rumit dengan lebih baik.
Memasangkan bentuk dengan pasangannya.
Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambardan lainnya)
Table 1.Indikator Perkembangan Motorik Halus Usia 4-5 Tahun [19]

Dalam penilaian tersebut harus memperhatikan indikator-indikator penilaian yang bisa digunakan sebagai acuan yang dibuat dalam bentuk instrumen. Indikator-indikator tersebut merupakan suatu hal yang ingin dicapai dalam

penelitian ini. Untuk mengetahui tercapainya keberhasilan kemampuan motorik halus anak dengan menghitung banyaknya anak didik yang memperoleh nilai 3.00 - 4.00, berikut formasi perhitungan:

Figure 1.Desain Prosentase

Keterangan :

P : presentase ketercapaian anak didik F : jumlah anak yang memperoleh nilai

N: total banyak anak didik dalam kelompok

Selanjutnya hasil perhitungan dapat ditarik kesimpulan apakah penelitian yang dilakukan dapat diartikan telah terselesaikan atau dilanjutkan ke siklus berikutnya. Apabila presentase nilai ketuntasan individu dan nilai ketuntasan keseluruhan menunjukkan 75% - 100% maka penerapan kegiatan melipat dalam meningkatkan kemampuan motorik halus anak dinyatakan berhasil sedangkan apabila kurang dari 75% dinyatakan tidak berhasil.

Hasil dan Pembahasan

Kegiatan Pra Siklus dilakukan sebelum melakukan tindakan penelitian atau tahapan Siklus. Kegiatan ini merupakan bentuk pengamatan dan penelitian awal yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai dan mengamati masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran serta mengidentifikasi permasalahan kemampuan motorik halus anak usia 4 - 5 tahun melalui kegiatan melipat. Berdasarkan observasi, kemampuan motorik halus pada anak kelompok usia 4 - 5 tahun di RA An Nur masih belum berkembang seperti : 1) mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan lebih baik, 2) memasangkan bentuk dengan pasangannya, 3) mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambar dan lainnya). Dari ketiga poin di atas harapannya motorik halus anak usia 4 - 5 tahun di RA An Nur didapatkan hasil yang baik atau bisa dikatakan kemampuan motorik halusnya berkembang. Di pertemuan pertama yaitu anak diajarkan untuk membentuk lipatan berbentuk rumah sebanyak 5 lipatan dan ditempelkan di media kertas lembar kerja. Kemudian pada pertemuan kedua, lipatan yang berbentuk rumah tersebut ditambahkan gambar sisi-sisi rumah atau bagian rumah seperti pintu dan jendela sehingga secara visual akan tampak lebih jelas dan lebih menguatkan gambar dari lipatan yang sudah dipasangkan. Hasil observasi pada pra siklus, kemampuan motorik halus anak dapat diperoleh dari data berikut :

No Indikator Skala Penilaian
1 2 3 4
1. Anak mampu mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan lebih baik. 43% 57% - -
2. Anak mampu memasangkan bentuk dengan pasangannya. 71% 29% - -
3. Anak mampu mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambar dan lainnya). 64% 36% - -
Table 2.Nilai Persentase Indikator Kemampuan Motorik halus Pra Siklus

Dilihat dari hasil pra siklus, terlihat bahwa secara keseluruhan kemampuan motorik halus anak masih belum sampai mulai berkembang karena hanya mendapatkan skor 1 dan 2. Pada indikator ke 1 “anak mampu mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan lebih baik” jumlah persentase 43% untuk skala pencapaian skor 1 dan 57% untuk skor 2. Pada indikator ke 2 “anak mampu memasangkan bentuk dengan pasangannya” jumlah persentase 71% untuk skala pencapaian skor 1 dan 29% untuk skor 2. Pada indikator ke 3 “anak mampu mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambar dan lainnya)” jumlah persentase 64% untuk pencapaian skor 1 dan 36% untuk skor 2. Nilai ketuntasan keseluruhan pada Pra Siklus sebesar 36%. Artinya secara keseluruhan belum ada yang berhasil.

Sebelum dilaksanakan kegiatan melipat, guru membagi peserta didik menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 4 dan 5 anak. Kemudian guru memberikan penjelasan mengenai kegiatan melipat bentuk rumah, dan penjelasan mengenai tugas dari masing-masing kelompok yang harus diselesaikan. Setelah anak mengerti dan memahami dari masing-masing tugas kelompok, setiap kelompok mendapatkan alat dan bahan dari tugas yang harus diselesaikan tersebut, peneliti melakukan observasi dan guru kelas yang melaksanakan. Adapun pelaksanaan kegiatan melipat dilakukan oleh guru pada siklus I yang terdiri dari 2 kali pertemuan yang berkaitan

dengan kegiatan puncak tema lingkungan. Pada pertemuan yang pertama guru menjelaskan mengenai kegiatan melipat kertas dan tugas dari masing-masing kelompok. Di awali dengan guru menjelaskan terlebih dahulu mengenai tema bentuk rumah. Kemudian guru menjelaskan bahan yang perlu disiapkan antara lain kertas lipat bermotif (kertas kado) 3 lembar, kertas lembar kerja, dan pensil. Setelah bahan sudah lengkap, langkah awal yaitu guru menjelaskan langkah-langkah melipat kertas kado sehingga membentuk persegi atau bisa juga persegi panjang untuk membuat bagian dinding rumah, kemudian membuat bentuk segitiga untuk bagian atapnya dan membuat bentuk persegi panjang untuk bagian pintunya. Perbedaannya dengan pra siklus yaitu medianya menggunakan kertas kado dan jumlah lipatannya lebih sedikit karenakan menggunakan 3 kertas serta pada siklus 1 dibagi menjadi kelompok-kelompok. Ketika kertas tersebut sudah terbentuk dan anak dirasa sudah paham langkah-langkahnya, maka guru mengulangi langkah-langkah tersebut yang kali ini diikuti oleh anak-anak. Hasil dari lipatan tersebut ditempel di kertas lembar kerja dan dirangkai sehingga membentuk sebuah bentuk rumah.

Pada pertemuan kedua anak masih dalam 3 kelompok yang sudah dibagi sebelumnya. Setelah kertas dirangkai menjadi sebuah bangunan rumah, maka anak disuruh untuk menambahkan gambar di sekitar lingkungan rumah seperti pohon, jalan, bunga, matahari dan lain-lain sesuai dengan imajinasi masing-masing. Setelah itu guru menilai masing-masing hasil dari yang sudah dikerjakan anak-anak.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti pada siklus I ini sudah menunjukkan hasil peningkatan yang signifikan pada setiap indikator dalam kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik halus pada indikator I “anak mampu mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan lebih baik”, dari tabel di atas hanya ada 7% (1 anak) yang mendapatkan skor 1 belum berkembang, terdapat 15% (2 anak) mendapakan skor 2 mulai berkembang, dan paling banyak yaitu 78% (11 anak) yang mendapatkan skor 3 artinya berkembang sesuai harapan, sedangkan tidak ada yang mendapatkan skor 4 dari total 14 anak.

Indikator II “anak mampu memasangkan bentuk dengan pasangannya” paling banyak mendapatkan skor 3 dengan total 64% (9 anak) berkembang sesuai harapan, skor 2 ada 29% (4 anak) mulai berkembang dan skor 1 terdapat 7% (1 anak). Sedangkan pada indikator III “anak mampu mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambar dan lainnya)” mendapat hasil persentase 21% (3 anak) untuk skor 1, dan 36% (5 anak) untuk skor 2 dan 43% (6 anak). Dari ketiga indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok A1 dengan jumlah 14 anak hanya sebagian kecil yang masih belum berkembang, dan beberapa mulai berkembang. Sedangkan sebagian besar anak mendapatkan skor 3 artinya perkembangan motorik halus anak mulai berkembang sesuai harapan, dari ketiga indikator terdapat 78%, 64%, dan 43% yang mendapatkan skor 3. Oleh karena itu peneliti masih perlu melakukan penelitian lagi pada Siklus II. Berikut ini merupakan hasil pengamatan pada siklus I.

No Nama Siswa Indikator Kemampuan Motorik Halus Jumlah Nilai Ketuntasan Nilai Individu
Anak Mampu Mengkoordinasikan Jari-Jari Tangan Dengan Mata Anak Mampu Memasangkan Bentuk Dengan Pasangannya. Anak Mampu Mengekspresikan Diri Melalui Kegiatan Seni
1. NF 1 1 1 3 25%
2. AR 3 2 2 7 58%
3. SKH 2 2 2 6 50%
4. WLL 3 3 3 9 75%
5. NFL 3 3 2 8 67%
6. FTH 3 2 1 6 50%
7. HFZ 2 3 3 8 67%
8. ADR 3 3 3 9 75%
9. HBB 3 3 3 9 75%
10. ADN 3 3 2 8 67%
11. FZ 3 3 1 7 58%
12. NJW 3 3 3 9 75%
13. FRZ 3 3 2 8 67%
14. ZHR 3 2 3 8 67%
Ketuntasan Nilai Keseluruhan 63%
Table 3.Lembar Penilaian Kemampuan Motorik halus Siklus I

Berdasarkan jumlah anak yang memperoleh nilai rata-rata 3 – 4 pada siklus I di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan nilai keseluruhan anak kelompok A1 yaitu 63% . Sedangkan prosentase ketercapaian anak didik sebesar 28%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan kegiatan melipat kertas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak kelompok A1 pada siklus I belum berhasil, mengingat target keberhasilan dalam penelitian ini adalah 75% - 100%.

Adapun pelaksanaan kegiatan pada siklus II yang terdiri dari 2 kali pertemuan. Perbedaan antara siklus I dan siklus II yaitu pada media kertas lipat. Pada siklus I media yang digunakan yaitu kertas kado, sedangkan pada siklus 2 media lipat yang digunakan yaitu kertas yang bermotif dinding bata merah dan bermotif genting (atap). Pada pertemuan yang pertama guru menjelaskan mengenai media yang diganti menggunakan kertas bermotif bata merah dan genting dengan tujuan lebih memudahkan anak dalam berimajinasi sedangkan tahapan melipatnya sama seperti pada siklus I. Setelah kertas bermotif bata merah dibentuk persegi atau persegi panjang dengan 2 lipatan, dan atap dibentuk segitiga dengan 2 lipatan, kedua hasil lipatan tersebut ditempelkan pada kertas lembar kerja dan dirangkai sehingga membentuk sebuah rumah.

Selain itu, pada pertemuan kedua anak disuruh oleh guru untuk menambahkan gambar menggunakan crayonatau pensil warna agar hasilnya lebih menarik seperti gambar pohon, jalan, bunga, awan, matahari, mobil dan lain- lain. Tampak anak-anak lebih tertarik dan antusias dengan apa yang dikerjakan sesuai dengan arahan dari guru. Sehingga hasilnya pun kemampuan motorik halus anak lebih berkembang dan meningkat dari sebelumnya.

Dari jumlah keseluruhan anak A1 yang berjumlah 14 anak, indikator penilaian “Anak mampu mengkoordinasikan jari-jari tangan dengan mata dalam melakukan gerakan yang lebih rumit dengan lebih baik.”, dari tabel di atas terdapat 7% ( 1 anak) yang mendapatkan skor 3 artinya berkembang sesuai harapan, sedangkan yang mendapatkan skor 4 sebanyak 95% ( 13 anak) artinya berkembang sangat baik. Indikator II penilaian “Anak mampu memasangkan bentuk dengan pasangannya” terdapat 21% ( 3 anak) yang mendapatkan skor 3 artinya berkembang sesuai harapan, sedangkan yang mendapatkan skor 4 sebanyak 95% ( 11 anak) artinya berkembang sangat baik. Indikator III penilaian “Anak mampu mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (melukis, menggambar dan lainnya).” Terdapat 7% ( 1 anak) yang mendapat skor 2 artinya Mulai Berkembang, dan yang mendapat skor 3 terdapat 14% ( 2 anak) artinya Berkembang Sesuai Harapan, sedangkan yang mendapat skor 4 terdapat 79% ( 11 anak) artinya Berkembang Sangat Baik. Berikut nilai anak setiap individu pada siklus II :

No Nama Siswa Indikator Kemampuan Motorik Halus Jumlah Nilai Ketuntasan Nilai Individu
Anak Mampu Mengkoordinasikan Jari-Jari Tangan Dengan Mata Anak Mampu Memasangkan Bentuk Dengan Pasangannya Anak Mampu Mengekspresikan Diri Melalui Kegiatan Seni
1. NF 3 3 2 8 67%
2. AR 4 4 4 12 100%
3. SKH 4 4 4 12 100%
4. WLL 4 4 4 12 100%
5. NFL 4 3 4 11 92%
6. FTH 4 4 4 12 100%
7. HFZ 4 4 4 12 100%
8. ADR 4 3 4 11 92%
9. HBB 4 4 4 12 100%
10. ADN 4 4 4 12 100%
11. FZ 4 4 3 11 92%
12. NJW 4 4 4 12 100%
13. FRZ 4 4 4 12 100%
14. ZHR 4 4 3 11 92%
Ketuntasan Nilai Keseluruhan 95%
Table 4.Lembar Penilaian Kemampuan Motorik halus Siklus II

Dari ketiga indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok A1 dengan jumlah 14 anak hanya sebagian kecil yang mendapatkan skor 2 dan skor 3. Sedangkan sebagian besar anak mendapatkan skor 4 artinya perkembangan motorik halus anak berkembang sangat baik, dari ketiga indikator 95%, 79%, dan 79% yang mendapat skor 4.

Berdasarkan lembar penilaian kemampuan motorik halus pada siklus II di atas dapat diketahui bahwa ketuntasan nilai keseluruhan anak kelompok A1 yaitu 95%. Nilai ketuntasan keseluruhan diperoleh melalui rumus dibawah ini. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan melipat kertas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak kelompok A1 pada siklus II sudah berhasil, mengingat target keberhasilan dalam penelitian ini adalah 75% - 100%. Dengan nilai ketuntasan keseluruhan sebesar 95%, bahwa hanya terdapat 7% (1 anak) yang belum mampu mencapai target keberhasilan.

Figure 2.Grafik Nilai Ketuntasan Keseluruhan dan Prosentase Ketercapaian Anak Didik Kelompok A1 RA An Nur Kedung Jumputrejo Sukodono

Berdasarkan diagram diatas pembelajaran melalui kegiatan melipat kertas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus anak usia 4-5 tahun dari pra siklus, siklus I dan siklus II mengalami perubahan lebih baik. Pada pra siklus ketuntasan nilai keseluruhan anak kelompok A1 adalah 35%, siklus I ketuntasan nilai keseluruhan anak kelompok A1 adalah 63% dan pada siklus II ketuntasan nilai keseluruhan anak kelompok A1 adalah 95%. Hal ini membuktikan adanya peningkatan kemampuan motorik halus anak. Hal ini juga didukung oleh pendapat Moeslichatoen (2017) bahwa metode ini dapat menjadi wahana untuk menggerakan kemampuan motorik halus dengan sepenuh hati yang menggunakan otot-otot halus pada jari dan tangan. Gerakan ini merupakan kemampuan gerak. Penerapan kegiatan melipat sangat baik untuk menstimulus kemampuan motorik halus anak [19]. Melipat kertas atau origami adalah suatu teknik berkarya seni/kerajinan tangan yang umumnya dibuat dari bahan kertas, dengan tujuan untuk menghasilkan aneka bentuk mainan, hiasan, benda fungsional, alat peraga, dan kreasi lainnya [20]. Jadi dari ketiga indikator yang telah ditentukan antara lain mengkoordinasikan jari-jari (melipat), memasangkan bentuk (menempel), dan mengekspresikan diri melalui kegiatan seni (menggambar) yang dilaksanakan pada kelompok A1 RA An Nur Kedung, Jumputrejo secara keseluran dikatakan telah berhasil pada tahap Siklus II dengan nilai prosentasi 95% melebihi dari batas minimal yaitu 75%. Pada siklus II didapatkan prosentase ketercapaian anak didik sebesar 93%. Artinya kemampuan motorik halus anak kelompok A1 secara kualifikasi hasilnya baik dan telah berhasil.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti maka disimpulkan bahwa meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan melipat kelompok A1 di RA An Nur Kedung, Jumputrejo dilakukan dengan tiga tahapan yaitu Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II. Pada tahap pra siklus media yang digunakan yaitu kertas origami berwarna, dilipat menjadi 5 lipatan secara berurutan membentuk sebuah rumah, kemudian ditempel pada kertas lembar kerja dan ditambahkan gambar pintu dan jendela. Hasilnya dari 14 anak, tidak ada satu pun yang berhasil secara individu karena rata-rata nilai di bawah 3 semua. Artinya kemampuan motorik halus anak berada pada tingkat belum berkembang dan mulai berkembang.

Pada tahap Siklus I, dilakukan perubahan dengan dibentuk kelompok sebanyak 4 – 5 anak per kelompok, dan media yang digunakan yaitu kertas kado sebanyak 3 lembar. Lembar pertama dibentuk dinding berupa persegi atau

persegi panjang dengan 2 lipatan, kertas kedua dibuat atap yang berbentuk segitiga dengan 2 lipatan dan kertas ketiga dibuat pintu yang berbentuk persegi panjang. Setelah ketiga lipatan tersebut telah dibentuk, ditempel pada kertas lembar kerja sehingga membentuk sebuah bangunan rumah dan ditambahkan gambar bagian rumah dan lingkungan sekitar rumah seperti jalan, pohon, bunga, awan dan lain-lain. Hasilnya dari 14 anak, sesuai dengan indikator terdapat mendapatkan skor rata-rata 3 – 4 hanya ada 4 anak, apabila dihitung jumlah ketuntasan secara keseluruhan hasilnya 63%. Sedngkan prosentase ketercapaian anak didik diperoleh 28%. Artinya pada siklus I bisa dikatakan belum berhasil karena masih di bawah batas keberhasilan (75%) dan dilanjutkan ke Siklus II.

Sedangkan pada tahap Siklus II, masih dibentuk kelompok sebanyak 4 – 5 anak per kelompok, media lipat diganti menjadi kertas bermotif bata merah (untuk dinding) dan bermotif genting (untuk atap). Kertas motif bata merah dilipat 2 lipatan menjadi bentuk persegi atau persegi panjang, dan motif genting dibentuk atap segitiga.. Setelah kedua lipatan tersebut telah dibentuk, ditempel pada kertas lembar kerja sehingga membentuk sebuah bentuk rumah dengan dinding batu bata dan atap bermotif genting. Setelah itu anak-anak disuruh menambahkan gambar bagian rumah seperti jendela dan pintu serta gambar-gambar di lingkungan sekitar rumah seperti pohon, jalan, bunga, awan, matahari, mobil dan lain-lain. Dari 14 anak, terdapat 13 anak (95%) yang telah berhasil dan tinggal 1 anak (7%) yang masih belum berhasil. Jadi dari ketiga indikator yang telah ditentukan secara keseluran dikatakan telah berhasil pada tahap Siklus II dengan nilai prosentasi 95% melebihi dari batas minimal yaitu 75%. Artinya kemampuan motorik halus anak kelompok A1 secara kualifikasi hasilnya baik dan dinyatakan berhasil.

References

  1. A. Saputra, “Pendidikan Anak pada Usia Dini,” At-Ta’dib J. Ilm. Prodi Pendidik. Agama Islam, pp. 192–209, 2018.
  2. E. I. Eliasa, “Pentingnya Kelekatan Orangtua dalam Internal Working Model untuk Pembentukan Karakter Anak (Kajian Berdasarkan Teori Kelekatan dari John Bowlby),” Yogyakarta Inti Media Yogyakarta bekerjasama dengan Pus. Stud. Pendidik. Anak Usia Dini Lemb. Penelit. Univ. Negeri Yogyakarta, 2021.
  3. Y. N. Sujiono, “Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks,” 2013.
  4. M. Pendidikan, “Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini,” Menteri Pendidik. dan Kebud. Republik Indones. Jakarta, 2014.
  5. S. Ahmad, “Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Bumi Aksara,” 2017.
  6. S. Kurniasih and A. G. Citra, “Pengembangan Model Fun Painting untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak TK B di Kota Bandar Lampung,” Martabat J. Peremp. dan Anak, vol. 1, no. 1, pp. 25–44, 2017.
  7. F. Fakhrurrazi, “Hakikat Pembelajaran yang Efektif,” At-Tafkir, vol. 11, no. 1, pp. 85–99, 2018.
  8. U. Hasanah and D. E. Priyantoro, “Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Origami,” Elem. J. Ilmiah Pendidik. Dasar, vol. 5, no. 1, pp. 61–72, 2019.
  9. M. A. Khadijah and N. Amelia, Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia Dini: Teori dan Praktik. Prenada Media, 2020.
  10. M. L. K. K. Sehari-Hari and A. Nawawi, “Jurusan Pendidilan Luar Biasa FIP UPI Bandung,” 2017.
  11. Indriarta, P. Hajar, and S. Evan, “Seni Kemampuan Anak,” Jakarta Univ. Terbuka, pp. 8–10, 2016.
  12. H. Pamadhi and E. Sukardi, “Seni Kemampuan Anak,” Jakarta Univ. Terbuka, 2016.
  13. F. Harahap, “Kemampuan Motorik Halus Anak Melalui Kegiatan Melipat Kertas Origami,” Atfaluna J. Islam. Early Child. Educ., vol. 2, no. 2, pp. 57–62, 2019.
  14. D. Sumanto, “Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak TK,” Jakarta Direktur Pembin. Pendidik. Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguru. Tinggi, 2015.
  15. S. Setiani, “Bermain dan Permainan Anak,” Jakarta Univ. Terbuka, 2017.
  16. N. Nurjannah, “Penerapan Seni Melipat Kertas Origami dalam Meningkatkan Motorik Halus pada Anak Usia Dini di RA Raudhatul Jannah Paya Geli Deli Serdang,” 2020.
  17. N. I. Rhofiqah, “Pengembangan Kegiatan Melipat Kertas dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus di Kelompok B2 Taman Kanak-Kanak Nurul Ilmi Kelurahan Karuwisi Utara Kecamatan Panakkukang Kota Makassar,” 2023.
  18. M. Mushlich, “Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas Itu Mudah Action Research Bagi Guru Profesional,” Yogyakarta: Aditya Media, 2019.
  19. N. A. Wiyani, “Manajemen PAUD Bermutu: Konsep dan Praktik MMT di KB, TK/RA,” p. 36, 2018.
  20. N. A. Tyasari and A. Ashshidiqi, “Penerapan Kegiatan Origami dalam Mengembangkan Motorik Halus Anak Usia 5-6 Tahun,” J. Pelita PAUD, vol. 5, no. 1, pp. 39–42, 2020.